Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

PPDS Undip

Kisah Mahasiswa PPDS Anestesi Undip Semarang Sampai Berhutang Untuk Bayar Pungli Ujian

Sidang lanjutan kasus pemerasan dan perundungan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip).

|
Penulis: iwan Arifianto | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG / IWAN ARIFIANTO
IURAN UJIAN - Kelima saksi saat memberikan keterangan di persidangan kasus pemerasan dan perundungan mahasiswi PPDS Anestesi Undip Aulia Risma Lestari di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (13/8/2025).  

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Sidang lanjutan kasus pemerasan dan perundungan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Aulia Risma Lestari menghadirkan lima saksi lintas angkatan dari 2004 sampai 2024 di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (13/8/2025). 

Kelima saksi ini dihadirkan oleh kuasa hukum terdakwa meliputi Imam angkatan residen anestesi tahun 2004 , Jerry angkatan residen tahun 2011   , Yohana angkatan 78 (2022) Dimas Pamungkas angkatan 79 (2023) dan Destrian angkatan 80 (2024).

Kelima saksi memberikan keterangan untuk meringankan dakwaan kepada terdakwa Taufik Eko Nugroho, eks kepala Prodi PPDS Undip dan Sri Maryani staf administrasi di Prodi PPDS Anestesi Undip

Majelis hakim dalam persidangan kali ini mengulik soal pungutan liar biaya operasional pendidikan (BOP) dalam program Anestesi Undip Semarang yang menjerat kepada dua terdakwa.

Fakta dalam persidangan mengungkap, pungutan BOP sudah terjadi puluhan tahun silam. Bahkan,  saksi yang hadir merasa keberatan atas iuran tersebut.

"Saya harus membayar iuran tersebut sebesar Rp40 juta-Rp60 juta satu kali selama menjadi residen. Saya baru lunas pada semester 7, jujur kalau saya sampai ngutang untuk bayar iuran tersebut," kata Imam.

Dia mengungkap, uang tersebut diserahkan ke bendahara residen yang ditunjuk secara mufakat di angkatannya. "Iya dari dulu sudah ada bendahara residen, satu residen satu bendahara," paparnya.

Uang tersebut, lanjut Imam, digunakan untuk biaya kebutuhan ujian. Kendati demikian, dia tidak mengetahui apakah iuran itu masuk dalam iuran resmi kampus. Pihak kampus juga tidak memberikan surat edaran soal besaran biaya ujian mahasiswa anestesi secara resmi.

"Tidak pernah dapat surat itu (Surat dari Kepala Program Studi)," ujarnya.

Saksi Jerry menyebut ketika menjadi mahasiswa residen tahun 2011 belum ada istilah pungutan BOP melainkan iuran biaya ujian yang besarnya mencapai Rp3 juta sampai Rp5 juta perbulan. Iuran ini lebih kecil tetapi harus disetor setiap bulan.

"Sistemnya ketika saya jaga maka saya bayar kebutuhan logistik seperti makan prolong. Perbulan keluar segitu tapi jarang sampai menyentuh angka Rp5 juta," ungkapnya.

Yohana angkatan 78 atau tahun 2023  sudah tidak ada iuran  BOP melainkan iuran biaya ujian. Angkatannya ketika itu dipatok sebesar Rp80 juta yang disetor ke bendahara angkatan.

"Saya nyicil bayarnya target selama semester 1harus lunas," bebernya. Namun, iuran angkatan itu sudah dikembalikan. Ketika disinggung jaksa pengembalian uang itu sebelum atau sesudah kasus Aulia Risma mencuat, Yohana mengaku lupa.

"Angkatan residen saya ada 9 mahasiswa ada yang sudah lunas adapula yang belum," katanya.

Pungutan serupa juga terjadi pada angkatan berikutnya dengan nama iuran BOP menjadi iuran biaya ujian.
"Ada biaya ujian tapi istilahnya bukan BOP nilainya Rp60 juta sampai Rp80 juta," terang Dimas Pamungkas angkatan 79.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved