Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Kolong Jembatan Kartini Semarang: Surga Tersembunyi Pecandu Layangan, Tiap Sore Langit Penuh Warna

Sejumlah anak-anak bermain layangan untuk menyalurkan hobinya di bantaran Banjir Kanal Timur, Semarang.

Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: raka f pujangga
TRIBUNJATENG.COM/REZANDA AKBAR D
MENERBANGKAN LAYANGAN - Para masyarakat dari penjuru Kota Lumpia yang berkumpul di bantaran kali banjir kanal Timur tepatnya di jembatan Kartini atau yang disebut jembatan jolotundo yang berubah menjadi arena bermain layangan. 

Anak-anak berdatangan. Komunitas kecil tumbuh. Lalu berkembang jadi kebiasaan.

“Ramainya baru dua tahun terakhir. Tapi sejak itu kayak enggak bisa berhenti. Apalagi kalau tanggal merah. Bisa penuh. Ratusan layangan di atas kepala,” kata Tirta.

Suara yang terdengar di sini khas: desir angin, gesekan benang, teriakan anak-anak mengejar layangan putus, dan kadang seruan spontan.

“Kena! Putus!” dari pemain yang berhasil mengadu dengan lawannya. 

Di sela-selanya, obrolan santai berseliweran antar pemain tentang teknik main, jenis benang gelasan (benang tajam), hingga harga layangan terbaru.

Bermain layangan ternyata bukan hobi yang murah.

Tirta mengaku bisa menghabiskan Rp20.000–Rp25.000 dalam sehari untuk beli layangan baru.

Belum termasuk benang.

“Senar kuning ini bisa sampai tiga ratus ribu, Mahal, tapi tajam. Kalau pakai terlalu banyak bisa luka nih, tangan,” katanya sembari menunjukkan telapak yang penuh gurat merah bekas gesekan benang. 

“Tapi sudah biasa. Luka kecil, asal layangan naik.” sambungnya.

Dalam sehari, Tirta bisa menerbangkan lima hingga enam layangan. Kadang semua putus.

Kadang hanya satu yang selamat hingga akhir. Tapi hasil bukan hal utama. 

Yang penting, katanya, adalah momen di mana dia bisa fokus.

Melepas benang.

Membaca arah angin.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved