Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Viral

Klarifikasi RSD Gunung Jati, Pasien Tak Diberi Makan 3 Hari karena Tak Bisa Bayar Rp14 Juta

Dokter RSD Gunung Jati menyatakan Ranujaya boleh pulang, namun karena belum ada biaya Rp 14 Juta, keluarga meminta rawat inap dihentikan..

Penulis: Puspita Dewi | Editor: galih permadi
Instagram/ Pembasmi Kehaluan Real
Klarifikasi RSD Gunung Jati, Pasien Tak Diberi Makan 3 Hari karena Tak Bisa Bayar Rp14 Juta 

Klarifikasi RSUD Gunung Jati, Pasien Tak Diberi Makan 3 Hari karena Tak Bisa Bayar Rp14 Juta


TRIBUNJATENG.COM - Rumah Sakit Daerah (RSD) Gunung Jati Kota Cirebon memberikan penjelasan terkait tudingan penelantaran pasien yang tengah viral di media sosial. 


Tuduhan tersebut muncul setelah seorang pasien bernama Ranujaya mengaku tidak diberi makan selama tiga hari karena belum mampu melunasi biaya perawatan yang mencapai Rp14 juta lebih.

 

Kasus ini mencuat setelah video protes yang diunggah oleh pengacara bernama Ibnu, melalui akun TikTok @ibnusaechulaw, menyebar luas. 


Dalam video tersebut, disebutkan bahwa Ranu, warga Desa Jagapura Lor, Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon, tidak hanya kekurangan makanan, tetapi juga dibiarkan tetap terpasang infus meski telah berada dalam masa pemulihan.


Ibnu, yang menjadi penjamin bagi pasien, menuturkan bahwa tagihan perawatan terlalu tinggi untuk ditanggung langsung oleh keluarga pasien. 


“Tagihannya Rp14,3 juta, tapi saya hanya mampu membayar Rp1 juta. Sisanya saya jamin secara pribadi," kata Ibnu.


 "Saya hanya ingin membantu agar dia bisa pulang dengan layak,” sambungnya.

 


RSD Gunung Jati Bantah Telantarkan Pasien


Pihak RSD Gunung Jati pun membantah tudingan tersebut.

 Dalam konferensi pers pada Selasa (15/7/2025), Direktur Utama RSD Gunung Jati, Katibi, menjelaskan kronologi penanganan pasien sejak pertama kali masuk rumah sakit.


Ranu disebut datang dengan kondisi luka akibat gigitan ular berbisa pada Kamis (3/7/2025) pukul 15.14 WIB.

 

Saat tiba di Instalasi Gawat Darurat (IGD), ia langsung mendapatkan dua vial serum antibisa.

Pasien kemudian dipindahkan ke HCU dan kembali diberikan dua vial tambahan.


“Di IGD, pasien kami beri serum antibisa ular dua vial, kemudian dipindahkan ke HCU dan kembali diberi dua vial. Total empat vial, satu vialnya lebih dari Rp 2 juta, dan kami tidak pernah menanyakan soal biaya saat itu,” ujar Katibi.


Katibi menjelaskan, pasien dirawat intensif di HCU hingga Minggu sore, sebelum dipindah ke ruang rawat biasa.

Pada Senin, dokter menyatakan pasien boleh pulang, namun karena belum ada kepastian soal biaya, keluarga meminta rawat inap dihentikan.


“Maka sejak Rabu (9/7/2025) sore, status pasien berubah, bukan lagi pasien rawat inap,” ucapnya.


Terkait tudingan tidak diberi makan, Katibi menegaskan bahwa pasien tetap mendapat layanan konsumsi hingga Rabu sore. Setelah status rawat inap dihentikan, keluarga memilih untuk menyediakan makanan sendiri.


“Sejak Senin hingga Rabu pasien tetap dapat layanan makan. Yang tidak makan tiga hari itu tidak benar. Setelah Rabu sore, keluarga menyampaikan akan membeli makan sendiri,” jelas dia.


Soal infus yang belum dilepas, ia menambahkan bahwa itu adalah bagian dari prosedur medis dan bukan karena kelalaian. 


“Petugas sudah berkoordinasi. Tidak ada penelantaran. Kami tidak menahan pasien, justru kami komunikatif. MPP kami sudah aktif sejak awal menginformasikan soal pembiayaan kepada keluarga,” ujarnya.


Tidak Terdaftar BPJS Sejak Awal


Katibi juga mengungkapkan bahwa pasien Ranu tidak terdaftar sebagai peserta BPJS saat pertama kali masuk rumah sakit. Ia baru mendaftar pada 5 Juli, dua hari setelah dirawat.


Padahal, jika terdaftar sejak awal, seluruh biaya pengobatan bisa ditanggung.

 

 “Total biaya yang muncul sebesar Rp14.129.195 dan baru dibayar Rp1 juta. Sisanya dijanjikan akan dilunasi dalam waktu satu bulan,” ucap Katibi.


(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved