Berita Solo
Daftar 11 Nama dan Peran Tersangka Baru Kasus Dugaan Korupsi Sritex Solo
Berikut 11 nama tersangka kasus dugaan korupsi PT Sritex Solo dan perannya dalam kasus tersebut.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Berikut 11 nama tersangka kasus dugaan korupsi PT Sritex Solo dan perannya dalam kasus tersebut.
Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan delapan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit dari sejumlah bank daerah dan bank pemerintah kepada PT Sri Rejeki Isman TBK (Sritex).
Sebelumnya sudah ditetapkan tiga tersangka yakni Komisaris Utama PT Sritex, Iwan Setiawan Lukminto (IS); Dicky Syahbandinata (DS) selaku pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial bank pelat merah Jawa Barat dan Banten tahun 2020; serta, Zainudin Mapa (ZM) selaku Direktur Utama bank pelat merah DKI Jakarta tahun 2020.
Baca juga: Rugikan Negara Rp1,08 Triliun, Ini 8 Tersangka Baru Kasus Korupsi Sritex
Baca juga: Bos Sritex Iwan Kurniawan Ungkap Alasan Simpan Rp 2 Miliar dalam Kresek Merah, Kok Ga Ditabung?
Atas tindakannya, para tersangka telah melanggar pasal 2 ayat 1 Atau pasal 3 juncto pasal 18 Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kasus dugaan korupsi pemberian kredit ini menyebabkan kerugian negara mencapai 1,08 triliun.
Siapa saja nama 11 tersangka kasus Sritex?
Dengan penetapan delapan tersangka baru, berarti Kejagung telah menetapkan 11 tersangka dalam kasus dugaan korupsi Sritex.
Berikut daftar 11 nama tersangka:
1. Iwan Setiawan Lukminto
2. Dicky Syahbandinata
3. Zainudin Mapa
4. Allan Moran Severino
5. Babay Farid Wazadi
6. Pramono Sigit
7. Yuddy Renaldi
8. Supriyatno
9. Pujiono
10. Benny Riswandi
11. Suldiarta
Apa Peran Tersangka Kasus Sritex?
1.Iwan S Lukminto
Iwan S Lukminto merupakan Komisaris Utama Sritex.
Ia diduga menyalahgunakan fasilitas kredit dari 2 bank daerah yang nilainya mencapai ratusan miliar Rupiah.
2. Dicky Syahbandinata
Dicky Syahbandinata diduga ikut memfasilitasi pencairan kredit sebesar Rp543 miliar dari bank daerah Jabar dan Banten. Dana tersebut tidak digunakan sesuai tujuan awal.
3. Zainudin Mapa
Zainudin Mapa sebagai Dirut bank daerah DKI Jakarta tahun 2020, bertugas sebagai fasilitator kredit kepada Sritex yang nilainya mencapai Rp149 miliar.
4. Allan Moran Severino
Mantan Direktur Keuangan PT Sritex, Allan Moran Severino (AMS) merupakan penanggung jawab keuangan perusahaan Sritex.
Ia merupakan pihak yang bertugas untuk memproses kredit kepada pihak bank.
Penyidik mengungkap, Allan merupakan pihak yang menandatangani permohonan kredit pada Bank DKI Jakarta.
“(Ia juga) memproses permohonan pencairan kredit dengan underlying berupa invoice fiktif,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo saat konferensi pers di Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta, Senin (21/7/2025).
Selain itu, Allan juga menggunakan kredit dari Bank DKI Jakarta tidak sesuai peruntukan awal.
“Pengajuan kredit ini adalah modal kerja tetapi (Allan) menggunakan uang pencairan tersebut untuk melunasi hutang MTN atau medium term note,” kata Nurcahyo.
5. Babay Farid Wazadi
Direktur Bisnis Bank DKI 2012-2022, Babay Farid Wazadi (BFW) merupakan pejabat yang berwenang untuk memutus kredit.
Nurcahyo mengatakan, BFW bertanggung jawab atas keputusan kredit yaitu terkait dengan memorandum analisa kredit dalam proses kredit ini.
Selaku Direksi Komite A-2 yang mempunyai kewenangan memutus kredit dari limit Rp 75 miliar sampai dengan Rp 150 miliar, Babay tidak mempertimbangkan adanya kewajiban medium term note (MTN) PT Sritex pada BRI yang akan jatuh tempo.
Tersangka BFW juga tidak meneliti pemberian kredit PT Sritex sesuai norma umum perbankan dan ketentuan Bank.
6. Pramono Sigit
Direktur Teknologi dan Operasional Bank DKI 2015-2021, Pramono Sigit (PS) merupakan pejabat yang berwenang memutus kredit.
Ia bertanggung jawab atas keputusan kredit yang diambil terhadap memorandum analisis kredit (MAK).
Dalam kasus ini, Pramono tidak meneliti pemberian kredit PT Sritex sesuai norma umum perbankan dan ketentuan Bank.
Ia juga memutuskan untuk memberikan kredit PT Sritex dengan fasilitas jaminan umum tanpa kebendaan walaupun PT Sritex tidak termasuk kategori debitor prima.
7. Yuddy Renaldi
Direktur Utama Bank Banten dan Jawa Barat (BJB) tahun 2019-2025, Yuddy Renaldi (YR) merupakan Komite Kredit Pemutus Tingkat Pertama.
Ia memutuskan untuk memberikan penambahan plafon kepada Sritex hingga sebesar Rp 350 miliar.
Padahal, dalam rapat Komite Kredit pengusul MAK, Yuddy telah mengetahui kalau PT Sritex tidak mencantumkan credit existing sebesar Rp 200 miliar dalam laporan keuangannya.
8. Supriyatno
Direktur Utama Bank Jateng 2014-2023, Supriyatno (SPRY) dinilai tidak mengindahkan norma-norma yang berlaku dalam pedoman pemberian kredit.
Supriyatno selaku Pejabat Pemegang kewenangan memutus kredit bertanggung jawab atas keputusan yang diambil terhadap suatu MAK.
Namun dalam prosesnya, ia tidak membentuk Komite Kebijakan Perkreditan atau Komite Kebijakan Pembiayaan (KKP) dan Komite Pembiayaan (KK) pada Pemberian fasilitas kredit modal kerja rantai pasok (SCF) kepada PT. Sritex.
Lalu, Supriyatno juga menyetujui pemberian kredit kepada PT Sritex meski tahu kewajiban PT. Sritex lebih besar dari aset yang dimiliki sehingga kredit tersebut beresiko.
Lebih lanjut, Supriyatno juga menyetujui dan menandatangani usulan Memorandum Analisa Kredit yang diajukan oleh PT Sritex tanpa dilakukan verifikasi secara langsung terhadap kebenaran Laporan Keuangan Audited PT Sritex 2016-2018.
Supriyatno juga tidak melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh Analisis Kredit.
9. Pujiono
Direktur Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng tahun 2019; Pujiono (PJN) selaku Pejabat Pemegang kewenangan memutus kredit bertanggung jawab atas keputusan yang diambil terhadap suatu MAK; Ia tidak membentuk KKP dan KK pada Pemberian fasilitas kredit modal kerja rantai pasok (SCF) kepada PT. Sritex.
PJN menyetujui pemberian Kredit kepada Sritex meski mengetahui kewajiban Sritex lebih besar dari aset yang dimiliki sehingga kredit tersebut berisiko.
Lebih lanjut, Pujiono juga menandatangani MAK yang diajukan Sritex tanpa melakukan verifikasi secara langsung terhadap kebenaran Laporan Keuangan Audited PT Sritex pada tahun 2016-2018.
Ia juga tidak melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh Analisis Kredit.
10. Benny Riswandi
Senior Executive VP Bank BJB 2019-2024, Benny Riswandi yang merupakan Komite Kredit Kantor Pusat IV memiliki kewenangan untuk memutus kredit modal kerja Rp 200 miliar.
Namun, ia tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai Komite Kredit sesuai dengan prinsip 5C (character, capacity, capital, collateral, and condition).
Saat mengevaluasi permohonan kredit Sritex, Benny juga tidak pernah mengevaluasi keakuratan laporan keuangan yang diberikan oleh Analisis Kredit, Divisi Bisnis, dan Divisi Credit Risk.
Benny hanya mempercayai pemaparan yang disampaikan oleh Pimpinan Divisi Korporasi dan Komersial.
Tak hanya itu, Benny memberikan pemberlakuan jaminan tanpa jaminan fisik dan hanya berdasarkan kepercayaan semata berdasarkan keyakinan atas Sritex yang sudah melantai di bursa efek selama tiga tahun.
Padahal, Benny mengetahui Sritex tengah mengalami penurunan produksi dan penurunan ekspor.
Selain itu, Sritex juga memiliki peningkatan kewajiban karena memiliki kredit di beberapa bank.
11. Suldiarta
Kepala Divisi Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng 2018-2020, Suldiarta (SD) dinilai tidak memastikan terselenggaranya kegiatan operasional bank yang sesuai dengan manajemen risiko.
Kajian Risiko yang ada tidak ditindaklanjuti oleh Analis Kredit melalui mekanisme Trade Checking.
Kemudian, penyusunan analisa kredit dibuat dengan data yang tidak diverifikasi dan diyakini kebenarannya terkait data buyer dan supplier data keuangan.
Hal ini menyebabkan, analis belum melakukan perhitungan repayment capacity atau kemampuan peminjam untuk memenuhi kewajiban pembayaran pinjaman, termasuk pokok dan bunga, sesuai jadwal yang telah disepakati.
Suldiarta juga menandatangani usulan MAK yang diajukan oleh Sritex tanpa melakukan verifikasi secara langsung terhadap kebenaran Laporan Keuangan Audited PT Sritex 2016-2018.
Verifikasi dilakukan hanya menggunakan analisa terhadap data-data yang disajikan dalam Laporan Keuangan tersebut Ia tidak melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh Analisis Kredit.
Dia juga tidak menyusun analisa kredit atau penyediaan dana lainnya atas dasar data yang diterima dan diverifikasi serta diyakini kebenarannya.
Suldiarta juga menandatangani Surat Pemberitahuan Persetujuan Limit Supply Chain Financing PT Sritex.
Siapa Sosok Dirut PT Sritex yang Dicekal?
Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan Kurniawan Lukminto, resmi dicekal ke luar negeri oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sejak 19 Mei 2025.
Pencekalan ini akan berlaku selama enam bulan ke depan sebagai bagian dari proses penyidikan dalam kasus dugaan penyalahgunaan dana kredit oleh Sritex.
Pencegahan tersebut dilakukan menyusul penetapan tersangka terhadap Iwan Setiawan Lukminto, Komisaris Utama Sritex sekaligus kakak kandung Iwan Kurniawan.
Kejagung menduga adanya keterlibatan lebih luas dalam pengajuan kredit bermasalah yang berdampak pada kredit macet hingga Rp3,58 triliun per Oktober 2024.
Masih Berstatus Saksi
Meski hingga saat ini Iwan Kurniawan masih berstatus sebagai saksi, Kejagung terus menggali peran serta pengetahuannya dalam pengajuan kredit perusahaan ke sejumlah bank daerah dan bank pemerintah.
“Benar terhadap Iwan Kurniawan Lukminto telah dilakukan pencegahan ke luar negeri sejak 19 Mei 2025 dan akan berlaku untuk enam bulan ke depan,” kata Harli Siregar, Kapuspenkum Kejagung, Selasa (3/6/2025).
Pemeriksaan ulang terhadap Iwan dijadwalkan pekan depan untuk mendalami proses pengajuan kredit yang dilakukan oleh Sritex.
Hal-hal yang ingin diklarifikasi meliputi mekanisme internal pengajuan kredit, pihak-pihak yang menandatangani, dan sejauh mana Iwan Kurniawan ikut terlibat dalam persetujuan dana tersebut.
Sebagai Direktur Utama sekaligus mantan Wakil Direktur Utama, Iwan Kurniawan memegang peran penting dalam manajemen perusahaan.
Kejagung ingin mengetahui apakah ia ikut menandatangani dokumen pengajuan atau turut memberikan persetujuan dalam proses kredit.
“Bagaimana pengetahuan yang bersangkutan terhadap perkara ini dan peran dari tiga orang tersangka termasuk peran yang bersangkutan dalam kapasitas sebagai wakil direktur utama,” ujar Harli.
Rangkaian Pemeriksaan Sejumlah Pihak
Tak hanya Iwan, penyidik Kejagung juga memeriksa berbagai pihak lain yang terkait dengan kasus ini. Mereka antara lain:
HP, Kepala Sub Divisi Commercial Banking di salah satu bank daerah
DP, pengurus CV Prima Karya
AZ, anggota tim legal Hadiputranto Hadinoto & Partners (2007–2017)
LW, Direktur PT Adikencana Mahkota Buana
APS, Direktur PT Yogyakarta Textile
AH, Direktur PT Perusahaan Dagang
Pemeriksaan ini bertujuan untuk membongkar seluruh jaringan dan proses yang menyebabkan kredit bermasalah dengan nilai fantastis tersebut.
Kredit Macet
Kredit macet senilai Rp3,58 triliun yang menjerat Sritex bukan hanya menjadi persoalan hukum, tetapi juga mengguncang kepercayaan publik dan dunia perbankan terhadap perusahaan tekstil besar asal Solo itu.
Masalah ini memicu keprihatinan terhadap tata kelola perusahaan besar yang sebelumnya dikenal stabil dan berkembang pesat di sektor garmen ekspor.
Dengan status pencegahan ke luar negeri yang telah ditetapkan, sorotan publik kini mengarah pada peran Iwan Kurniawan Lukminto dalam kasus kredit bermasalah ini.
Meski belum ditetapkan sebagai tersangka, keberadaan Iwan dalam struktur manajerial dan kewenangannya di Sritex menjadi aspek penting dalam penyidikan Kejagung.
Langkah Kejagung menunjukkan keseriusan dalam membongkar praktik-praktik yang merugikan keuangan negara, khususnya dalam penyaluran kredit oleh lembaga keuangan.
Berapa Total Pinjaman dari Bank Daerah?
Total pinjaman pinjaman sebesar Rp 1,08 triliun didapatkan Sritex dari tiga bank daerah.
Adapun rinciannya, dari Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) sebesar Rp 395.663.215.800,.
Lalu, dari Bank Pembangunan Daerah Banten dan Jawa Barat (Bank BJB) Sebesar Rp 543.980.507.170,.
Adapun, dari Bank DKI Jakarta memberikan kredit sebesar Rp 149.007.085.018,57.
Penyidik menyampaikan, kredit yang diberikan ini justru disalahgunakan oleh pihak Sritex.
Pinjaman yang seharusnya dijadikan modal usaha justru digunakan untuk membayar utang ke pihak ketiga dan pembelian aset nonproduktif. (*)
Inilah Sosok Pengganti FX Hadi Rudyatmo Komandoi PDIP Solo, Pernah Jadi Wakil Gibran Rakabuming |
![]() |
---|
Bela Pemilik Kafe Tersandung Hak Siar, Respati Ardi Janji Beri Advokasi Jika Ada Ketidakadilan Hukum |
![]() |
---|
Aliansi Musisi Solo Geruduk DPRD, Desak Pembubaran LMKN dan Revisi Aturan Royalti Musik |
![]() |
---|
DPRD Kota Solo Shobarin Syakur Angkat Suara Soal Pengawasan Peredaran Miras |
![]() |
---|
Gantikan Bambang Pacul di DPD PDIP Jateng, Rudy Mengaku Tak Menyangka dengan Perintah Bu Mega |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.