Berita Semarang
Syukur dan Harap Nelayan Tanggulsari di Tengah Ombak
Ratusan warga memadati pesisir Tangulsari, Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang, Selasa (22/7/2025)
Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Ratusan warga memadati pesisir Tangulsari, Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang, Selasa (22/7/2025).
Sejak pagi, warga yang didominasi nelayan berkumpul untuk mengikuti ritual sedekah laut.
Suara doa berpadu dengan tabuhan alat musik tradisional, bersahutan dengan debur ombak. Tarian Reog Ponorogo menambah semarak suasana, sementara warga khusyuk mengirim doa sebagai ungkapan syukur dan harapan akan limpahan rezeki dari laut.
Sedekah laut diawali dengan pemotongan seekor kambing. Dagingnya dimasak bersama oleh warga, sementara kepala kambing dan sesaji seperti bunga dan tumpeng ditempatkan di atas perahu kecil untuk dilarung ke tengah laut.
Prosesi dilanjutkan dengan doa bersama di darat sebelum perahu dilepas ke laut lepas.
Sahudi (54), nelayan yang sudah puluhan tahun melaut di perairan Jawa, menyebut sedekah laut sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki yang diberikan sang pencipta.
"Ini sebagai ucapan terima kasih kami kepada Tuhan. Semoga yang ke laut diberi keselamatan, rezeki barokah dan melimpah,” kata Suhudi mengucap harap di sela kegiatan berlangsung.
Setelah sesaji diturunkan, para nelayan melakukan ritual penyiraman air laut ke kapal mereka, lalu berputar mengelilingi larungan dua hingga tiga kali.
Ritual ini dipercaya sebagai simbol harapan akan keselamatan dan keberkahan saat melaut.
Namun di balik tradisi sakral ini, Sahudi menyampaikan kegelisahan yang dirasakan para nelayan. Abrasi semakin mendekat ke daratan, cuaca sulit diprediksi, dan hasil tangkapan ikan menurun.
"Abrasinya tambah naik. Jadi nelayan sekarang banyaknya di pinggir, enggak bisa ke tengah. Bahaya,” ujarnya.
"Kalau hasil tangkapan ya Alhamdulillah masih ada, tetapi jelas menurun, sekitar 25 persen,” ungkap Sahudi.
Tradisi sedekah laut yang rutin digelar tiap bulan Suro bukan sekadar perayaan adat.
Bagi nelayan, ini menjadi momen spiritual dan sosial—pengingat bahwa laut bukan hanya sumber penghidupan, tapi juga bagian dari kehidupan yang harus dijaga bersama.
"Syukuran ini biar kita semua ingat bahwa laut itu bukan milik kita. Kita hanya numpang hidup, maka ya kita hormati," ungkapnya. (idy)
Baca juga: Awalnya Terdengar Teriakan Minta Tolong, Wanita Warga Tingkir Salatiga Ditemukan Meninggal
Baca juga: Kantor Bea Cukai Kudus Kumpulkan Uang Negara Rp 20,27 Triliun
Baca juga: Potret Buram Rusunawa Ambarawa Sampah Menumpuk dan Atap Bocor, 30 Unit Tak Bisa Ditempati
Prakiraan Cuaca Kota Semarang Hari Ini Kamis 28 Agustus 2025: Hujan Ringan |
![]() |
---|
Mobilmu Mau Dipasang One Auto Film Premium? Cukup Bayar Rp2 Juta di Oneway Kaca Film Semarang |
![]() |
---|
Pemkot Evaluasi SOP Pengelolaan Gedung Cagar Budaya Setelah Kebakaran Resto di Kota Lama Semarang |
![]() |
---|
Lanjut Usia, Alasan Hakim Tipikor Semarang Tidak Cabut Hak Politik Mbak Ita Meski Divonis 5 Tahun |
![]() |
---|
Stok Beras di Kota Semarang Masih Cukup hingga 1 Bulan 21 Hari |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.