Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

"Dulu Sehari Rp1,6 Juta" Mariati Meratapi Nasib Kampung Pelangi Semarang, Era Kejayaan Kian Memudar

Masa-masa kejayaan Kampung Pelangi Semarang yang dimulai pada 2017 seakan sudah berakhir sejak pandemi Covid-19.

|
Penulis: Dse | Editor: deni setiawan
TRIBUN JATENG/REZANDA AKBAR
KAMPUNG PELANGI - Kondisi terkini Kampung Pelangi, Kelurahan Randusari, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, Rabu (23/7/2025). Kampung yang dahulunya menjadi ikon wisata viral di Kota Semarang, kini semakin tenggelam karena sepinya pengunjung. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Masa-masa kejayaan Kampung Pelangi Semarang seakan sudah berakhir.

Kampung yang dahulunya jadi jujukan para wisatawan, kini kembali ke setelan awal.

Kampung biasa tanpa ada gegap gempita keramaian.

Yang tersisa hanya cat berwarna-warni di dinding tembok, jalan, maupun pagar rumah warga.

Baca juga: Jejak Masa Kecil Mantan Marinir TNI AL di Ambarawa Semarang, Satria Jadi Sorotan Karena Rusia

Baca juga: Nasib Kampung Pelangi Semarang: Dulunya Ikon Wisata Viral, Kini Memudar Tak Tersentuh Pemerintah

Sesuai data, total ada sekira 2.266 jiwa yang menghuni di kampung yang masuk wilayah Kelurahan Randusari, Kecamatan Randusari, Kota Semarang.

Itu terbagi jadi dua RW, yakni RW 03 dan RW 04.

Ya, pada gang sempit di Kampung Pelangi Semarang, Mariati duduk di kursi kayu di depan rumahnya.

Matanya sibuk memandangi cat rumah berwarna biru yang dulunya memantulkan cahaya cerah namun kini terlihat pudar.

Sebagian bahkan mulai mengelupas. 

Udara siang hari terasa lengang tanpa riuh tawa pengunjung atau suara kamera ponsel yang dulu nyaris tak pernah berhenti. 

Sesekali dia menghela nafas saat bercerita kondisi Kampung Pelangi yang tak secerah dahulu.

“Sekarang enggak jalan lagi, sudah rugi,” ucapnya lirih di depan tokonya, Rabu (23/7/2025). 

Mariati adalah satu dari beberapa warga yang pernah merasakan masa jaya di Kampung Pelangi Semarang

Masa lalu kampung itu disebut sebagai Gunung Brintik, tempat tinggal kaum marjinal yang menggantungkan hidup di tengah kota metropolitan.

Pada sekira 2017, daerah tersebut mendapatkan perhatian dari Pemkot Semarang.

Warna-warni cat pada bangunan menjadikan daerah itu memiliki magnet untuk menarik wisatawan lokal maupun mancanegara.

Ibu rumah tangga seperti Mariati, sempat mendapatkan keuntungan yang tinggi saat menjual minuman.

Tiap Minggu setidaknya perempuan seperti Mariati bisa mengantongi uang Rp1,6 juta.

Artinya, lebih dari 200 cup es yang dia jual ludes terbeli. 

"Dulu ramai-ramainya saat 2017-2019."

"Saya kalau Sabtu dan Minggu dari jualan pop ice (minuman ringan) sehari bisa Rp800 ribu," ujarnya.

KAMPUNG PELANGI - Kondisi terkini Kampung Pelangi, Kelurahan Randusari, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, Rabu (23/7/2025). Kampung yang dahulunya menjadi ikon wisata viral di Kota Semarang, kini semakin tenggelam karena sepinya pengunjung.
KAMPUNG PELANGI - Kondisi terkini Kampung Pelangi, Kelurahan Randusari, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, Rabu (23/7/2025). Kampung yang dahulunya menjadi ikon wisata viral di Kota Semarang, kini semakin tenggelam karena sepinya pengunjung. (TRIBUN JATENG/REZANDA AKBAR)

 

Baca juga: Mahalnya Tiket Susi Air Hantui Wisatawan Lokal: Penerbangan Semarang-Karimunjawa Sepi Peminat?

Masa Keemasan Kampung Pelangi Semarang

Kampung Pelangi pernah menjadi ikon wisata Semarang.

Dengan cat warna-warni dan beragam mural memikat mata di setiap dinding rumah, kampung ini juga viral di media sosial.

Hampir setiap akhir pekan, gang-gang kecil dipadati wisatawan lokal maupun mancanegara.

Warung kopi, penjual es, hingga pedagang suvenir merasakan dampak positifnya. 

“Dulu sebelum Covid-19 ramai-ramainya."

"Banyak pengunjung foto-foto, beli suvenir, bawa anak-anak."

"Rasanya hidup sekali,” terang Mariati.

Bukan hanya wisatawan, artis dan influencer pun datang untuk membuat konten atau sinema elektronik.

“Banyak artis dulu datang ke sini."

"Ada Ojek Pengkolan, Wasiat Bapak, bahkan Titiek Kamal pernah syuting di sini,” ujarnya.

Bagi warga, kedatangan artis adalah kebanggaan sekaligus peluang ekonomi.

Namun, semua itu tak bertahan lama.

Pandemi Covid-19 menjadi titik balik.

Wisata terhenti, pengunjung menghilang, dan ekonomi menurun. 

Kampung Pelangi Semarang yang dulunya penuh warna kini hanya menyisakan kesunyian.

Cat-cat yang dulu dipoles rapi tidak lagi terurus. 

Ketika ditanya apakah ada bantuan dari pemerintah, dia menggeleng menandakan sinyal ketidaktahuannya kapan pemerintah akan kembali perhatian dengan kondisi kampung ini.

“Belum tahu (bantuan), seperti lepas tangan,” ujarnya. 

Warga yang dulu penuh semangat mempercantik rumah kini mulai lelah.

Baca juga: Harris Hotel Sentraland Semarang Lakukan Peningkatan Fasilitas MICE

Baca juga: Bukit Cinta Semarang Bakal Jadi Wisata Keluarga, Tambah Wahana Anak

Banyak yang menganggap Kampung Pelangi Semarang hanyalah fenomena viral sesaat, seperti kembang api yang cepat padam. 

“Ya dulu ramai banget, tapi sekarang orang-orang sudah lupa,” katanya.

Kampung Pelangi nyaris tak punya fasilitas penunjang wisata.

Dia menyebut, satu-satunya usaha yang masih bertahan di gangnya hanyalah toko kecil dan warung kopi.

Itu pun tak seramai dulu.

Mariati juga menunjukkan arah ke rumah Andini, seorang perempuan pengrajin suvenir di Gang 5, yang kini sudah berhenti memproduksi karena sepinya pembeli. 

“Dulu ada (penjual souvenir) Bu Andini, tapi sekarang enggak jalan lagi,” ujarnya. 

Sepinya pengunjung membuat usaha-usaha rumahan berhenti satu per satu.

Bahkan beberapa rumah yang dulu jadi titik foto favorit kini hanya terlihat seperti perkampungan biasa, kehilangan daya tariknya.

Meski begitu, Mariati tak sepenuhnya kehilangan harapan.

Dia percaya, dengan perawatan ulang dan promosi yang tepat, Kampung Pelangi Semarang masih bisa bangkit. 

“Kalau ada yang mau memperbaiki, pasti kampung ini bisa ramai lagi."

"Warga mau saja kalau diajak kerja bareng,” ucapnya.

Selain Mariati, Kokoh Harianto, pria berpakaian biru dongker terlihat sibuk memotong kertas berwarna merah dengan sebilah pisau kecil di tangan kanannya.

Kertas itu nantinya digunakan untuk dijadikan bunga kertas, dahulunya saat kondisi kampung ramai. 

Bunga kertas menjadi souvenir dan tak sedikit beberapa orang yang tertarik untuk ikut membuat kerajinan tangan, yang bisa dibawa pulang.

Namun kini Kokoh Harianto membuat bunga kertas untuk usahanya karangan bunganya.

"Dulu ada yang tertarik, seperti wisatawan mancanegara dan lokal buat belajar."

"Sekarang saya buat usaha aja," tutur pria bertato itu. 

Dia dan warga di Kampung Pelangi Semarang tentunya berharap agar lokasi tersebut menjadi kembali ramai sebelum pandemi Covid-19.

Menurutnya perlu ada perhatian dari pemerintah untuk mengembalikan warna di kampung Gunung Brintik Semarang ini. (*/Rezanda Akbar)

Baca juga: Mengintip Prosesi Bedhol Kedhaton, Simbol Sakral Pemerintahan di Desa Plobangan Wonosobo

Baca juga: Asyrofi Ketua PCNU Kudus ke Kantor Kejari Terkait Dana Hibah Rp1,3 Miliar

Baca juga: Eks Gedung Ngasirah Kudus Bakal Jadi Pusat Kuliner Mie Gacoan? Investor Tinggal Ukur Lahan

Baca juga: Besok Kamis Siswa Belajar Mandiri di Rumah, Guru Ikuti Puncak Hari Jadi ke-200 Wonosobo

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved