Berita Purbalingga
Kisah Sumiati, Berjuang Rawat 2 Putri dengan Kelainan Saraf Sendirian Setelah Ditinggal Suami
Perjuangan Sumiati (51), ibu yang tegar merawat dua orang anak yang mengalami kelainan syaraf sejak usia masih lima bulan.
Penulis: Farah Anis Rahmawati | Editor: raka f pujangga
TRIBUNJATENG.COM, PURBALINGGA — Suasana rumah Sumiati (51) warga RT 3 RW 1, Desa Dagan, Kecamatan Bobotsari, Kabupaten Purbalingga kini tak sehangat dan menggembirakan seperti dahulu.
Rumah yang ia bangun bersama dengan suaminya itu, kini terlihat sepi dan begitu hening. Hanya ada suara televisi yang memecah keheningan di setiap sudut ruangan di rumah itu.
Suasana tersebut pun telah menjadi makanan sehari-hari Sumiati, semenjak kedua anaknya dinyatakan menderita kelainan syaraf dan semenjak suaminya meninggal dunia.
Baca juga: Cara Mengurus KTP Rusak Online di Purbalingga, Lewat Aplikasi Dukcapil Optima Purbalingga
Kedua anaknya, Alisah Nur Islamiyah (16) dan Desnia Nur Umairoh (10) didiagnosa mengalami kelainan syaraf sejak usia mereka masih lima bulan.
Sejak saat itu tumbuh kembang keduanya pun terhambat, bahkan hingga memasuki usia belasan tahun ini mereka tidak dapat berbicara, dan untuk menjalankan aktivitas sehari-hari harus bergantung sepenuhnya kepada ibunya—Sumiati.
Keseharian Sumiati pun sekarang hanya disibukkan dengan merawat anak, mulai dari memandikan anak, memberikan makan kepada anak, hingga membantu keduanya untuk buang air kecil ataupun besar.
Sumiati menceritakan, kondisinya ini bermula di tahun 2010 ketika anak pertamanya Alisah lahir.
Menurutnya saat itu anaknya lahir dalam keadaan normal, namun saat memasuki usia lima bulan keadaannya mulai berubah.
"Semuanya seakan-akan ditarik begitu saja, tiba-tiba berat badan anak saya tidak berkembang dan kalaupun naik hanya berapa ons saja, dan tubuhnya keliatan kering-kering begitu," katanya.
Mengetahui hal tersebut, saat itu Sumiati dan suaminya pun memeriksakan anaknya ke dokter, dan dokter pun mengarahkan agar putrinya dapat dilakukan rontgen untuk dapat diketahui kondisinya secara lebih detail.
Saat hasilnya keluar, Sumiati dan suaminya akhirnya mengetahui bahwa anaknya didiagnosa mengalami kelainan syaraf.
Usaha untuk menyembuhkan anaknya tentu sudah dilakukan, ia beserta dengan suaminya saat itu mengikuti anjuran dokter untuk mengobati anak nya dengan cara terapi medis.
"Tapi hasilnya justru anak saya yang pertama malah jadi kurus kering begitu, jadinya tidak saya lanjutkan," katanya.
Kemudian, saat tengah berjuang untuk menyembuhkan anak pertamanya yang belum membuahkan hasil, anak keduanya, Desnia pun lahir pada tahun 2015.
Saat itu Sumiati menyatakan Desnia lahir dalam keadaan normal, ia pun sedikit lega, namun saat usia Desnia memasuki lima bulan keadaan yang dialami Alisah rupanya juga terjadi pada Desnia.
Saat dilakukan pemeriksaan kepada anak keduanya, dokter sempat menyatakan bahwa Desnia harus menjalani terapi medis.
"Tapi saya nggak melanjutkan, karena pengalaman anak pertama terapi tapi badan jadi kurus kering, jadi anak kedua, saya pilih untuk terapi tradisional saja mba, saya terapinya dipijit ke orang yang paham syaraf, ini bisa dilihat sendiri kan tubuhnya beda banget, kalau Desnia lebih seger" jelasnya sambil memperlihatkan kondisi anaknya.
Namun lagi-lagi perjuangan tersebut belum membuahkan hasil, dan ditengah perjuangan tersebut Sumiyati harus kehilangan suaminya karena meninggal dunia pada tahun 2017.
Sejak saat itu ia pun berusaha seorang diri untuk merawat kedua anaknya.
"Awalnya saya masih melanjutkan pengobatan ke rumah sakit, tapi karena tidak ada kemajuan mba, dan saya juga kasihan sama yang nungguin kalau salah satu lagi diperiksakan, orang tua saya juga sudah nggak ada, akhirnya saya memutuskan untuk merawat anak saya seadanya saja, semampunya saya.
Saya juga dapat saran dari dokter kalau perkembangan anak saya itu biasa-biasa saja, jadi daripada saya capek bolak balik ke rumah sakit dan saya juga sendiri, akhirnya saya beli obat aja untuk anak, dan dirawat saja dirumah," terangnya.
Lebih lanjut, dalam berjuang untuk merawat kedua anaknya merupakan hal yang tidak mudah, terlebih Sumiati hanya seorang diri.
Ia menyatakan sempat kewalahan, namun ia berpegang teguh bahwa anak yang sekarang ia rawat adalah anak yang spesial yang dikirim Tuhan untuknya.
Sehingga ia pun harus merawat keduanya sebaik mungkin.
"Kadang saya cape mba, jenuh, kalau liat orang lain senang ya bisa kesana kesini tapi saya cuma dirumah, yaudah gak apa-apa, saya cuma bilang ke anak-anak gapapa ya nak, kita gak bahagia di dunia, tapi nanti kita bahagia di akhirat," ucapnya sambil mengelus anaknya.
Karena posisinya kini sendiri, dan kebutuhan semakin meningkat, ia pun memutuskan untuk bekerja sebagai perajin bulu mata palsu sembari merawat anaknya dirumah.
"Sekarang saya kerjanya ya ngidep mba, ngerjainnya ya dirumah sambil ngerawat anak, itu pengepulnya deket juga dari rumah saya," ucapnya.
Dari pekerjaan tersebut, Sumiati menyatakan dibayar setiap dua minggu sekali namun besaran jumlahnya seringkali tidak menentu.
"Gak nentu mba, kadang 70, 50 kadang ya cuma dapet 25 aja, tergantung anak mba. Kalau anak lagi anteng, saya lagi fit ya dua Minggu bisa sampai 75 ribu. Itu satu idepnya 300 perak si mba, dan saya nggak nyantelin sendiri, dicantelin orang, harusnya kan dapet 500 tapi karena dicantelin saya ngasih ke orang 200, jadi saya dapetnya 300," ujarnya.
Dari hasil tersebut ia pun mengumpulkan untuk membeli kebutuhan sehari-hari, dan salah satu kebutuhan utama yang selalu ia beli ialah pampers dan obat-obatan.
"Pampers itu sekarang jadi yang paling utama, soalnya kalau gak pake pampers saya cape nyucinya mba," katanya.
Meskipun badan Sumiati terlihat sehat dan masih lihai untuk bekerja.
Tidak dapat dipungkiri masih seringkali merasa kewalahan, terlebih di rumah hanya seorang diri merawat anak.
Ia menyatakan kekhawatirannya saat kondisi kesehatan anaknya tiba-tiba berubah.
"Kaya kemarin mbak anak saya yang pertama itu tegang terus badanya kaku, saya gak bisa istirahat sama sekali, kalau kaku badanya harus dipijit biar rileks lagi. Terus saya juga khawatirnya kalau anak-anak tiba-tiba sakit, kaya kemarin yang kecil itu tiba-tiba kejang malem-malem dan posisi saya sendirian," ujarnya.
Baca juga: Pegadaian Semarang Gandeng Kejari Purbalingga: Siap Sikat Kredit Macet dan Amankan Aset Negara
Dengan keadaan tersebut, Sumiati hanya bisa berharap ia dapat terus kuat dan diberikan kesehatan agar dapat merawat kedua anak-anaknya.
"Saya harapannya si saya bisa sehat, kalau saya sakit kasian anak-anak, syukur-syukur si bisa ada keajaiban, paling tidak anak bisa duduk aja saya sudah bersyukur sekali," ucapnya. (*)
Ironi Petani Gemuruh Purbalingga: Berada di Hulu Tapi Sulit Dapat Air, Ternyata Ini Penghambatnya |
![]() |
---|
Tak Berfungsi Optimal, Fire Hydrant di Purbalingga Hanya Jadi Monumen |
![]() |
---|
Festival Literasi Ajar Pustaka 2025: Cara Purbalingga Tumbuhkan Minat Baca dan Pola Pikir Kritis |
![]() |
---|
Akibat Percikan Api dari Tungku, Dapur Warga di Nangkasawit Purbalingga Terbakar |
![]() |
---|
Mengunjungi Situ Tirta Marta, Obyek Wisata Alami dengan Berbagai Keindahan Alam dan Mitos |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.