Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Boyolali

Berawal Jualan Nastar, Warga Boyolali Digugat Rp120 Juta Setelah Resign dari Klinik Gigi

Seorang wanita asal Boyolali harus menghadapi kenyataan pahit setelah digugat sebesar Rp120 juta oleh perusahaan tempatnya dulu bekerja.

TribunSolo.com/Anang Ma'ruf
DIGUGAT SETELAH RESIGN - Tita Delima (27), perempuan yang digugat bekas tempat kerjanya setelah resign karena dituding melanggar kontrak perjanjian, saat ditemui TribunSolo.com, Rabu (30/7/2025). Tita digugat di Pengadilan Negeri Boyolali oleh bekas tempat kerjanya, sebuah klinik kesehatan gigi di kawasan Solo Baru, dengan tuntutan senilai Rp120 juta. (TribunSolo.com/Anang Ma'ruf) 

TRIBUNJATENG.COM, SUKOHARJO - Seorang wanita asal Kabupaten Boyolali harus menghadapi kenyataan pahit setelah digugat sebesar Rp120 juta oleh perusahaan tempatnya dulu bekerja, sebuah klinik gigi di kawasan Solo Baru.

Wanita tersebut bernama Tita Delima (27), penjual roti nastar.

Gugatan dilayangkan oleh pihak klinik gigi tempat Tita pernah bekerja sebagai perawat, dengan tudingan dirinya telah melanggar perjanjian kerja yang dulu ditandatangani. 

Baca juga: Motor Pedagang Sayur Keliling Boyolali Diembat Maling saat Salat Subuh di Masjid

Dalam kontrak tersebut, Tita disebut sepakat untuk tidak bekerja di bidang sejenis selama satu tahun setelah mengundurkan diri dari perusahaan.

Namun, Tita membantah keras tudingan telah melanggar kontrak tersebut. 

Ia menegaskan dirinya saat ini bukan lagi perawat ataupun karyawan di klinik gigi mana pun. 

Aktivitasnya di klinik Symmetry, Solo Baru, hanya sebatas mengantar pesanan roti nastar buatan rumahan miliknya satu minggu sekali.

“Saya hanya jualan roti nastar. Setiap minggu sekali saya antar pesanan ke klinik Symmetry. Bukan kerja sebagai perawat. Saya juga tidak pernah tanda tangan sebagai pegawai atau menerima kontrak baru di sana,” ujar Tita, Rabu (30/7/2025).

Ia juga menjelaskan, jika sesekali dirinya terlihat di klinik tersebut bukan berarti ia bekerja penuh waktu. 

Tita mengaku hanya sesekali diperbantukan apabila dibutuhkan, tanpa ikatan kerja formal maupun kontrak tertulis.

“Saya tidak terikat kerja. Kalau bantu-bantu pun hanya sesekali, kalau mereka minta bantuan dan saya memang bisa. Tidak ada hubungan kontrak kerja sama sekali,” imbuhnya.

Gugatan senilai Rp120 juta itu dinilai Tita sangat berlebihan dan menimbulkan tekanan psikologis yang besar bagi dirinya dan keluarganya. 

Bahkan, ia sempat beberapa kali mendapat somasi dari pihak klinik sebelum perkara dilimpahkan ke pengadilan negeri Boyolali.

Sidang pertama yang digelar sempat ditunda karena ketidakhadiran pihak penggugat. 

Pada sidang kedua, Tita menyatakan keinginannya untuk menyelesaikan persoalan secara damai, namun keinginan itu tidak disambut baik oleh pihak lawan.

“Saya sudah bilang mau minta maaf dan berdamai, tapi katanya sudah sakit hati. Padahal saya benar-benar tidak ada niat melanggar kontrak. Saya hanya ingin mencari nafkah dengan jualan kue,” terangnya.

Tita berharap perkara ini bisa segera berakhir dengan jalan damai, mengingat tidak ada niat buruk atau pelanggaran nyata yang ia lakukan. 

Ia hanya ingin hidup tenang dan melanjutkan usahanya berjualan roti nastar untuk menghidupi keluarganya. 

Somasi sampai 4 kali

Kasus ini bermula pada 27 April 2025, saat perwakilan dari pihak klinik datang ke rumah Tita untuk menyampaikan somasi pertama.

Namun karena Tita tidak berada di rumah, ibunya yang menerima surat tersebut.

“Ibu saya bilang ketakutan setelah kedatangan mereka. Saya pun takut ke sana (klinik) karena khawatir diintimidasi atau disuruh tanda tangan dokumen lain,” katanya.

Setelah menolak datang pada somasi pertama, Tita kembali menerima somasi kedua, namun tetap memilih tidak menghadiri panggilan dengan alasan ia merasa tidak bersalah.

“Di somasi kedua saya sudah jelaskan, saya tidak bekerja sebagai perawat, tidak menandatangani kontrak baru, jadi tidak merasa perlu datang,” jelasnya.

Situasi serupa berulang di somasi ketiga dan keempat. 

Pada somasi ketiga, Tita menolak menerima tamu karena sedang sibuk. 

Sementara di somasi keempat, somasi disampaikan langsung oleh kuasa hukum pihak klinik, yang juga tak digubris karena Tita mengaku takut dan merasa tekanan terlalu besar.

Puncaknya, Tita menerima surat panggilan dari pengadilan. 

Dalam sidang pertama, pemilik klinik tidak hadir sehingga ditunda.

Pada sidang kedua, pihak penggugat akhirnya hadir.

“Di sidang saya bilang ingin damai, saya mau minta maaf. Tapi mereka tidak mau karena katanya sudah terlanjur sakit hati,” ucap Tita.

Ia menegaskan tidak pernah berniat melanggar perjanjian. 

Bahkan beberapa kali menolak tawaran dari teman-temannya untuk kembali bekerja di klinik gigi, karena sadar masih terikat dengan perjanjian lama.

“Saya ingin semuanya selesai secara damai. Saya enggak mau urusan ini jadi panjang. Ini hanya masalah sepele menurut saya, karena saya memang tidak berniat bekerja di bidang yang sama,” ujarnya.

Kini Tita berharap ada jalan damai dari permasalahan ini. 

Ia hanya ingin fokus mencari penghidupan dengan berjualan kue dan roti rumahan, tanpa dibayangi ketakutan akan tuntutan hukum dari tempat kerjanya di masa lalu.  (*)


Artikel ini telah tayang di TribunSolo.com dengan judul Kesaksian Tita, Warga Boyolali Digugat Rp120 Juta oleh Bekas Tempat Bekerjanya : Hanya Jualan Nastar

Baca juga: Remaja Pelaku Penusukan Ojol Sukoharjo Ditangkap di Rumah Pacar di Boyolali

Sumber: Tribun Solo
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved