Jalan Tol Semarang Demak
"Jalanku Ojo Diremuk" Viral Keluhan Warga Sayung Soal Proyek Jalan Tol Semarang Demak
Malam itu, Kamis (31/7/2025), udara Desa Purwosari, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, tidak hanya dipenuhi debu seperti biasanya.
Penulis: faisal affan | Editor: rival al manaf
Truk-truk pengangkut material proyek Tol Semarang-Demak kerap melintas tanpa penutup terpal.
Debu tanah dari bak truk terbang bebas di udara, menempel di kulit, masuk ke paru-paru, bahkan membuat mata pengendara kelilipan.
“Setiap hari, kami yang harus menyapu dan membersihkan debu dari warung. Makanan harus ditutupi semua,” keluh Siti Solikhah, pedagang makanan di pinggir jalan, Sabtu (2/8/2025).
Ia mengatakan memang ada truk tangki yang sesekali menyiram jalan. Tapi, penyiraman itu ibarat janji manis.
“Kadang-kadang saja lewat. Kalau ingat, ya disiram. Kalau enggak, ya debunya tambah banyak,” lanjut Siti.
Pantauan tribunJateng.com pada Sabtu (2/8/2025), di lokasi menunjukkan kondisi yang memprihatinkan.
Debu tebal mengendap di aspal, beterbangan saat angin bertiup atau truk melintas.
Para pedagang, pengendara motor, dan warga yang tinggal di sepanjang jalan menuju Pantai Morosari menjadi korban harian.
Lebih dari itu, jalan beton yang belum lama dibangun mulai rusak.
Truk-truk besar yang keluar masuk proyek meninggalkan jejak berupa lubang dan tambalan yang tak rapi.
Suparjo, salah satu warga, mengaku perwakilan warga sudah pernah menyampaikan keluhan secara langsung ke pengelola proyek.
Tapi hasilnya nihil. Tak ada perbaikan, tak ada solusi, tak ada kepekaan.
“Sudah kami protes, tapi tidak direspons. Akhirnya warga sepakat pasang spanduk saja. Biar semua orang tahu,” ujarnya.
Tak hanya polusi, warga juga waswas dengan kelakuan sopir-sopir truk yang ugal-ugalan saat melintasi jalan tersebut, bahkan ketika truk sedang kosong muatan.
Tak sedikit anak-anak dan lansia yang merasa terancam ketika berjalan atau beraktivitas di sekitar jalan utama desa mereka.
"Ini bukan soal debu saja. Ini soal keselamatan, soal hak hidup tenang di lingkungan sendiri," kata Suparjo lirih.
Kini, spanduk-spanduk itu berdiri bukan hanya sebagai bentuk protes, tapi sebagai simbol bahwa warga sudah lelah.(afn)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.