Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Banyumas

Atap Hanggar Rusak Parah, Pengelolaan Sampah di TPST Sumpiuh Banyumas Terganggu

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Banyumas, Widodo Sugiri memgatakan perbaikan memang baru dilakukan sebagian

Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: muslimah
Tribun Jateng/Permata Putra Sejati
ATAP RUSAK - Seorang pekerja saat beraktifitas di bawah atap hanggar Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Sumpiuh yang mengalami kerusakan parah, Selasa (26/8/2025). Atap hanggar yang rusak berat sejak lebih dari setahun terakhir. 

TRIBUNJATENG.COM, BANYUMAS - Langkah Aris Widarto (54) sedikit berat kala kembali memasuki hanggar utama Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Sumpiuh. 

Di hadapannya, tumpukan sampah sisa Lebaran masih menggunung, belum sempat tersentuh. 

Bau menyengat semakin menyiksa ketika hujan turun. Air merembes dari atap hanggar yang rusak parah, membasahi sampah dan mempercepat proses pembusukan.

"Kalau hujan, air masuk semua. Sampah jadi lembek dan makin bau," ujarnya yang juga sebagai Ketua TPST Sumpiuh sekaligus pemimpin Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Sumpiuh, saat ditemui di lokasi, Selasa (26/8/2025).

Baca juga: Srikandi Sampah Sumpiuh: Kisah Perempuan Pemilah dan "Pasukan Tempur" di Timur Banyumas

TPST yang terletak di Jalan Karet, Kelurahan Kradenan, Kecamatan Sumpiuh, ini menjadi nafas utama pengelolaan sampah untuk tiga kecamatan di wilayah timur Banyumas: Sumpiuh, Tambak, dan Kemranjen. 

Rata-rata, sampah yang masuk mencapai 30 hingga 35 meter kubik per hari. 

Namun, kapasitas pengolahan hanya sekitar 25 meter kubik, dan itu pun bergantung pada kondisi mesin.

"Kadang kalau mesin rusak, ya kita break. Tidak bisa semua diolah. Jadi menumpuk," ungkap Aris.

Di dalam area TPST seluas hampir setengah hektare itu, sebenarnya telah tersedia berbagai fasilitas penunjang seperti mesin pencacah plastik, mesin pembuat pelet, kolam budidaya lele, hingga kandang maggot. 

Namun, semua tak berjalan maksimal karena atap hanggar yang rusak berat sejak lebih dari setahun terakhir.

Proyek budidaya maggot sempat vakum selama lebih dari satu tahun karena kendala tersebut. 

Padahal, maggot tak hanya menjadi solusi sampah organik, tetapi juga potensi sumber pakan mandiri untuk ternak.

"Kalau atap sudah diperbaiki, kami akan mulai lagi. Kalau stok maggot sudah banyak, kita bisa buat pelet. 

Harapannya dari pelet ini bisa menopang budidaya lele, ayam petelur, dan bebek," kata Aris.

Sebagian besar inisiatif itu didukung oleh bantuan pemerintah dan CSR dari berbagai pihak, termasuk pelatihan budidaya maggot dan studi banding ke TPST Kedungrandu. 

Namun lagi-lagi, keterbatasan infrastruktur menjadi kendala utama.

Di tengah situasi yang serba terbatas itu, sebanyak 33 orang pekerja masih bertahan. 

Terdiri dari 26 laki-laki dan 7 perempuan, mayoritas dari mereka adalah warga sekitar. 

Para pekerja perempuan, sebagian besar ibu rumah tangga, hanya digaji Rp 1,1 juta per bulan. 

Pekerja laki-laki menerima Rp 1,4 juta.

"Rencananya nanti dinaikkan. Perempuan jadi Rp1,3 juta, laki-laki Rp1,6 juta. Harapan kami sih ke depan bisa sesuai UMK," ujar Aris.

Untuk memastikan kelangsungan operasional, TPST Sumpiuh bergantung pada sinergi antara masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta. 

Namun, hingga kini, perbaikan atap hanggar masih menjadi pekerjaan rumah terbesar. 

Aris menyebut, menurut informasi terakhir yang diterimanya, anggaran perbaikan hanggar akan dimasukkan dalam perubahan APBD tahun ini.

"Kami sangat menunggu. Kalau atap selesai, semuanya bisa jalan lagi. Maggot, pelet, lele, dan rencana ternak lainnya bisa dikembangkan," ucapnya.

Sementara itu Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Banyumas, Widodo Sugiri memgatakan perbaikan memang baru dilakukan sebagian. 

"Kemarin baru sebagian yang diperbaiki, semoga di anggaran perubahan ini bisa kita selesaikan secara keseluruhan.Cukup besar, dana kurang lebih Rp500 juta dan efisiensi, sangat mempengaruhi," jelasnya.

Di wilayah timur Kabupaten Banyumas, TPST Sumpiuh adalah satu-satunya pengolah sampah terpadu yang aktif. 

Perannya krusial sebagai penggerak utama sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat.

Namun tanpa dukungan serius terhadap infrastruktur dasar seperti atap hanggar, sistem yang ada bisa stagnan bahkan lumpuh. 

"Kalau pemerintah ingin mengurangi beban TPA, maka kami harus dibantu dari hulu. 

Mulai dari armada, mesin, dan tentu saja atap hanggar. Itu yang paling mendesak sekarang," kata Aris. (jti) 

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved