TRIBUNJATENG.COM, JEMBER - Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) menolak jika pemilihan umum kepala daerah (pilkada) dipilih melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). KPI menilai, pilkada melalui DPRD sangat merugikan kelompok perempuan.
Sekretaris Jenderal KPI, Dian Kartika Sari, dalam siaran persnya mengatakan, ada beberapa kerugian yang dialami perempuan jika pilkada melalui DPRD. Di antaranya, perempuan tidak dapat memilih langsung calon kepala daerah yang dianggapnya dapat memperjuangkan kepentingan perempuan. Kemudian, perempuan dan juga seluruh masyarakat kehilangan ruang publik untuk mendialogkan masalah dan harapannya serta membangun kontrak politik/ kontrak sosial dengan calon kepala daerah yang akan menentukan arah pembangunan daerah tersebut.
Lalu, perempuan kehilangan kesempatan untuk menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah, sebab penyelenggaraan pilkada langsung oleh rakyat selama sembilan tahun ini memberikan peluang bagi 18 perempuan sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah.
"Dengan dikembalikannya pilkada di DPRD , jelas akan semakin menutup peluang bagi perempuan untuk menjadi kepala daerah, karena DPRD masih didominasi oleh laki-laki,” kata Dian, Senin (15/9/2014).
Selain itu, kata Dian, pilkada oleh DPRD akan berkibat pada sikap dan tindakan kepala daerah yang akan lebih mengutamakan kepentingan dan tuntutan anggota dewan daripada memenuhi kepentingan rakyat.
“Jadi jelas, dalam hal ini kepentingan rakyat akan semakin terabaikan, dan kepentingan perempuan semakin sulit diperjuangkan,” tegas dia.
KPI juga menilai, pilkada oleh DPRD mencerminkan tidak dipenuhinya prinsip check and balance dalam pemisahan dan pembagian kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif .
“Kami mengingatkan kepada DPR RI, khususnya Panja RUU Pilkada, bahwa Pilkada melalui DPRD adalah masa lalu. Cara tersebut hanya tepat dilakukan berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen. Setelah proses amandemen, UUD 1945 tidak memberikan kewenangan bagi DPRD untuk memilih pimpinan eksekutif. Kekuasaan DPRD hanya pembuatan undang-undang, sedangkan fungsi mereka adalah legislasi, anggaran dan pengawasan. Itu artinya, pilkada melalui DPRD tidak memiliki landasan konstitusional,” terang dia.
Untuk itu lanjut Dian, atas dasar pertimbangan tersebut, maka KPI dengan tegas menolak pilkada melalui DPRD.
“Untuk itu kami menyerukan kepada pimpinan dan anggota DPR RI, terutama Panja RUU Pilkada, untuk menghentikan pembahasan RUU Pilkada dan menyerahkan pembahasan tersebut kepada DPR RI periode 2014-2019, yang akan dilantik pada Oktober 2014 mendatang,” pungkas dia. (*)