Teguh menilai, belum ada Paslon yang memaparkan solusi konkrit berkaitan dengan problem faktual di Banjarnegara.
Ia pun menilai, kemampuan calon pada debat kali ini tidak merata.
"Melihat jawaban Paslon, kemampuan mereka tidak merata. Beda sekali dengan debat publik Pilkada Jakarta. Mungkin karena mereka belum ada yang pengalaman jadi bupati," katanya
Pada sesi tertentu, masing-masing Paslon bahkan menyampaikan jawaban terlalu singkat. Mereka beberapa kali tidak menuntaskan waktu yang diberikan oleh moderator untuk menjawab pertanyaan panelis.
Padahal, menurut Teguh, jika Paslon benar-benar memahami persoalan daerah serta menguasai materi, waktu yang diberikan moderator tidak akan cukup bagi mereka untuk menjawab.
"Efeknya, kalau pemimpin terbatas data dan tak mampu menganalisa persoalan, kebijakan akan mudah diintervensi atau didominasi oleh orang di sekelilingnya,"katanya
Pakar Kebijakan Publik Universitas Unsoed Israwan Setyoko menilai, apapun hasilnya, debat publik menjadi tolok ukur bagi masyarakat dalam menjatuhkan pilihannya saat pencoblosan. Masyarakat dapat mengetahui visi misi dan rencana program calon yang sesuai dengan kehendaknya.
Israwan menilai, janji politik para Paslon sulit terealisasi dengan kemampuan APBD Banjarnegara saat ini yang terbatas.
"Melihat APBD terbatas, harusnya mereka membuat prioritas pembangunan bertahap, sesuai kemampuan APBD. Kalau sampai tidak terealisasi, masyarakat akan menilai janji itu bohong. Saya melihat, tidak ada prioritas pembangunan tahunan dari Paslon," katanya. (*)