"Saya pasti bawa teman. Takutnya kalau sendiri pas ada kejadian yang tidak diinginkan, tak ada yang menolong," jelasnya.
Tak banyak pula teman yang dia ajak.
Pasalnya, semakin banyak teman saingannya mencari kelabang semakin banyak.
Hasil perburuan pun menjadi sedikit.
Tidak inginkah bekerja selain mencari kelabang?
"Ya, jelas ingin. Tidak blusukan ke ladang atau alas seperti sekarang. Tapi saya lebih berat keluarga saya karena pernah merantau," terang dia.
Pencarian kelabang selain di Sragen pernah dilakukannya di Boyolali, Karanganyar, Klaten, dan Grobogan.
Sesekali pula dia sampai ke Ngawi di Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Sragen.
Ngawi adalah daerah pencarian favoritnya.
"Kalau mau dapat banyak, mencari di alas-alas Ngawi. Banyak kelabang di sana," paparnya.
Setelah selesai mencari kelabang, Tribunjateng.com bertemu ayah Dika, Karmanto, di rumahnya.
Karmanto sedari sekolah dasar bahkan sudah mencari kelabang.
"Jadi sejak SD, saya diajak bapak saya berburu kelabang. Kemudian setelah menikah dan punya anak, saya juga anak saya Dika mencari kelabang. Saat itu dia sudah SMP," terang Karmanto.
Apakah hasil pekerjaan berburu kelabang ini cukup menghidupi keluarga?
"Cukup nggak cukup. Manusia itu selalu kurang," papar Karmanto.