Campuran ini didapat dengan menambahkan rajangan buah-buahan tersebut di drum ciu dan direndam selama 3-5 hari.
Selain berubah warna, rasanya pun sedikit tak seperti ciu biasa.
“Kalau ciu murni kadar alkoholnya 30 persen, tapi kalau ciu buah ini tidak sampai 10 persen, jadi tidak begitu keras saat diminum,” imbuhnya.
Udin mengaku bahwa ciu buah-buahan lebih banyak dipilih konsumen dibanding ciu bekonang murni.
Khususnya rasa jambu klutuk yang kini menjadi primadona.
Jika ciu murni dibanderol dengan harga Rp 15-20 ribu per liter, ciu rasa-rasa ini dihargai Rp 25 ribu per liter, sama seperti alkohol medis.
Udin mengaku baru dua bulan bekerja membantu saudaranya menjual miras.
Pemasaran di tempatnya masih skala kecil tak lebih dari 100 botol perhari.
Berbeda dibanding tetangganya yang ada menjual ribuan botol dengan omzet Rp 20 juta perhari.
Sejauh ini pemasaran paling banyak dengan datang langsung ke rumah.
Sedangkan untuk penjualan ke luar kota hanya dilakukan jika ada konsumen yang membeli dalam jumlah banyak.
“Kalau kirim ke luar kota amannya pakai Kereta Api kalau pengiriman logistic JNE rawan dan mudah rusak,” imbuhnya.
Ia tak terlalu ambil pusing dengan petugas.
Keyakinan keamanan tersebut tidak terlepas karena perajin Ciu Bekonang di desanya mendapat backingan dari oknum aparat.
Warga desa rutin memberi 'upeti' setiap bulan.