Bangunannya belum seluas sekarang.
Tapi juga laris saat itu.
”Kami sampai menangis karena sampai capeknya, saking larisnya,” kenangnya.
Arya menambahkan, dia dan teman-teman betah bekerja di sini karena merasa tidak diperlakukan sebagai karyawan.
”Bahkan kadang saya terharu, saya seperti dianggap sebagai keluarganya Mas Dwi,” katanya.
Arya menceritakan, Dwi sering mendatangi rumah-rumah karyawan.
Bahkan, kalau ada karyawan yang ulang tahun, bapak dan ibunya Dwi diajak untuk menyerahkan kue ulang tahun ke karyawan.
Dwi mengungkapkan cara-cara itu sebagai bentuk perhatian dan menambah rasa kekeluargaan kepada anggota keluarga di Ayam Bakar Babeh.
Dwi menolak menyebut orang-orang yang bekerja di rumah makan dengan sebutan ”karyawan.”
”Mereka adalah bagian dari keluagra saya.
Saya bisa nangis kalau cerita mereka,” katanya sembari mengusap air mata.
Mereka sebagian berasal dari keluarga yang tidak punya atau dari keluarga yang rapuh.
Makanya Dwi ingin orang-orang yang bekerja di rumah makan Babeh sejahtera dan bahagia.
Dwi menyediakan mes tempat menginap untuk mereka.
Ingat Tuhan dan Minta Restu Orang Tua
Kini, jumlah karyawan Dwi berjumlah 58 orang.
Mereka dibagi di dua tempat.
Pertama, di Babeh 1.
Kedua, di Babeh 3
”Dua rumah makan, sehari mungkin Rp20 juta,” katanya menceritakan omzet bisnisnya.
Dwi berpesan, ketika hendak berbisnis kulinar, awali dengan mencintai makanan.
Mulai dengan tidak membuang makanan apa pun.
”Jangan lupa Ingat Allah dan minta restu orang tua,” pungkasnya. (yun)