Serta bagaimana mereka akan menjaga jarak aman di ruang sempit yang ditinggali banyak orang.
Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan pernyataan bahwa toko makanan, bank, pompa bensin dan beberapa layanan penting lainnya akan dibebaskan dari lockdown.
Sekaligus memperingatkan bahwa siapa pun yang menolak mengikuti lockdown, akan dijatuhi hukuman 1 tahun penjara.
PM Modi mengakui bahwa dekritnya menciptakan banyak kesulitan bagi rakyat miskin.
Bahkan sebelum diumumkan, warga masih kebingungan tentang pembatasan kegiatan di India.
Polisi telah menutup beberapa toko makanan, meskipun ada arahan pemerintah untuk membiarkan mereka tetap buka.
Petugas juga memukul jurnalis, menuduh mereka melanggar aturan lockdown.
Walaupun ada arahan pemerintah secara eksplisit yang memungkinkan wartawan untuk bekerja.
Orang-orang Barat telah diusir dari hotel di seluruh negeri.
Bahkan beberapa kedutaan besar Eropa melaporkan beberapa warganya telah terluka.
Banyak orang India percaya bahwa orang Baratlah yang membawa virus tersebut.
Keyakinan itu tidak sepenuhnya salah, sejauh ini, sebagian besar kasus India berasal dari wisatawan asing.
Atau warga India yang baru saja kembali dari luar negeri.
Pejabat India menuturkan, transmisi dari komunitas masih rendah , bahkan tidak ada.
Sebelum India menutup penerbangan internasional selama akhir pekan lalu.
Orang-orang India yang kembali ke rumah mengatakan terjadi kekacauan total.
Sejumlah orang dalam kerumunan besar saling mendorong.
Penumpang dipaksa berdesakan di ruang kedatangan yang padat.
Orang berdiri berjam-jam dengan sedikit persediaan makanan atau air.
Contohnya Aaliyah Khan, seorang peneliti di sebuah organisasi penelitian militer.
Ia tiba di bandara internasional New Delhi pada hari Sabtu (21/3/2020) sore waktu setempat.
Khan diombang-ambingkan oleh otoritas kesehatan dan imigrasi selama lebih dari 30 jam.
Sebelum akhirnya ia dirawat di pusat karantina pemerintah 50 mil jauhnya.
"Mereka tidak tahu ke mana harus membawa saya dan mereka mulai memperlakukan saya seperti sampah," katanya,
Khan memakai istilah yang digunakan di masa lalu untuk strata sosial terendah India.
“Otoritas setempat selalu berteriak ‘Berdiri di sana! Lakukan hal ini! Lakukan itu!"
Namun, banyak ahli setuju dengan menerapkan lockdown di India adalah satu-satunya harapan negara itu untuk melawan virus ini.
"Tidak ada pilihan selain lockdown total," kata Letnan Jenderal D.S. Hooda, seorang mantan komandan senior tentara.
"Dengan kepadatan populasi India dan infrastruktur kesehatan masyarakat, kami mungkin tidak dapat menangani wabah skala besar."
Berlakunya lockdown mencakup sekolah, kantor, pabrik, taman, kuil, kereta api, bahkan wilayah udara.
Perbatasan antara negara-negara bagian juga ikut disegel.
Lain halnya dengan ekonom, Jean Drčze yang mengatakn lockdown berkepanjangan dapat menghancurkan ekonomi India.
Di mana tingkat pertumbuhan yang lambat telah mengganggu perekonomian India.
Dalam kolomnya baru-baru ini untuk The Hindu, ekonom Belgia-India terkemuka ini memaparkan,
hampir semua orang di sektor perekonomian informal India,
yang sebagian besar adalah tenaga kerja negara itu telah dilanda oleh "tsunami ekonomi."
Ketika berita tentang lockdown menyebar, para pekerja migran bergegas memesan tiket kereta api ke desa mereka.
Pilihan lain adalah terjebak di kota tempat mereka bekerja tanpa batas waktu yang pasti.
Adanya gangguan yang parah pada rantai pasokan makanan, para petani khawatir akan musim panen mendatang.
Pasalnya hasil panen mereka akan gagal didistribusi.
Padahal jutaan orang India yang bergantung pada hasil panen mereka untuk bertahan hidup.
"Situasi ini lebih buruk daripada perang," kata Arun Kumar, seorang profesor ekonomi di Institut Ilmu Sosial di New Delhi.
“Jika kita tidak mampu menyediakan kebutuhan pokok bagi 50 persen populasi terbawah, maka akan terjadi pemberontakan sosial.”
Shehnaz Khatun, ibu 3 anak yang tinggal di rumah petak sempit di New Delhi, panik setelah mendengar keputusan PM Modi pada Selasa malam.
"Polisi memukuli kami jika kami mencoba keluar," katanya.
"Kami bahkan tidak berani keluar untuk membeli sayuran yang harganya kini melambung tinggi."
"Masa depan terlihat suram," tambahnya.
"Jika coronavirus tidak membunuh kita, kelaparan akan terjadi."
Di sisi lain, India telah mendapat pujian dari para pakar kesehatan masyarakat internasional.
Karena bergerak cepat, dan dalam hal ini, India memiliki beberapa keuntungan.
Populasi penduduk India rata-rata berusia sekitar 28 tahun.
Dibandingkan dengan negara seperti Italia, di mana usia rata-rata penduduk sekitar 45 tahun.
Dengan demografi tersebut, para penduduk India yang rerata masih muda akan memiliki lebih banyak peluang hidup melalui paparan virus corona.
Jika dibandingkan dengan negara lain, keputusan lockdown dan pembatasan perjalanan di India diambil lebih awal.
Otoritas di sebgian negara bagian India sudah mulai membuat rencana untuk pembagian uang dan makanan.
Di negara bagian Punjab, pemerintah bersiap menghadapi penyebaran virus ini.
Seusai ribuan orang Punjab yang tinggal di Eropa kembali ke Punjab.
India telah melakukan tes terbatas, karena kekhawatiran para ahli.
Bahwa 500 atau lebih kasus yang dilaporkan hanyalah sebagian kecil dari jumlah sebenarnya.
Jayaprakash Muliyil, seorang ahli epidemiologi terkemuka di India, mengatakan pemerintahan PM Modi perlu bergerak lebih cepat.
Serta menjangkau jutaan orang India di komunitas terpencil di mana pendidikan formal masih kurang dan informasi tentang virus masih jarang.
"Sebagian besar penduduk belum mengerti apa yang sedang terjadi," katanya.
"Jika kita tidak melakukan apa-apa, kita akan memiliki jutaan kasus dan jutaan kematian dalam tiga bulan ke depan. Sistem perawatan kesehatan India sama sekali tidak siap."
Sektor kesehatan publik India kekurangan dana dan kewalahan bahkan di saat-saat normal di India.
India memiliki sekitar 0,5 tempat tidur rumah sakit untuk setiap 1.000 orang, menurut data dari Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan.
Sebagai perbandingan, Italia memiliki 3,2 dan Cina memiliki 4,3.
Kepadatan adalah tantangan lain untuk India.
India memiliki beberapa daerah kumuh terbesar di Asia.
Para ahli khawatir apa yang akan terjadi jika virus corona menyebar di kota seperti Mumbai.
Mumbai memiliki populasi sebesar 20 juta orang.
Dengan lahan yang menjadi barang mewah, banyak keluarga yang tidur berenam atau berdelapan dalam sebuah ruangan.
S.D. Gupta, seorang ahli kesehatan masyarakat dan ketua Institut Penelitian Manajemen Kesehatan India, mengatakan struktur sosial India yang sulit menerapkan social atau physical distancing.
Di mana beberapa generasi keluarga sering hidup bersama, menempatkan risiko kematian orang tua akn lebih tinggi.
Namun, ia mengatakan kemampuan luar biasa India untuk memobilisasi di saat-saat seperti ini membuat harapan untuk selamat dari virus corona.
Contohnya seperti menumpulkan kekuatan topan hingga memberantas cacar.
Negara ini bisa mengatasi virus corona jika masyarakat mematuh langkah ketat yang diterapkan.
"Negara ini memiliki ketahanan yang besar dan jiwa kebersamaan dalam keadaan darurat," lanjutnya, "Kita bisa mengalahkan ini."
Sedangkan di bagian timur laut Delhi, orang-orang tidak begitu yakin.
Daerah ini adalah distrik terpadat di seluruh India, dengan populasi 36.155 orang per kilometer persegi.
Pada hari Selasa, penduduk telah bersiap untuk pembatasan lebih lanjut.
Namun di tempat yang penuh dengan pekerja harian dan pekerja lepas seperti ini.
Untuk mereka, pembatasan lebih menakutkan dari virus.
"Yang saya pikirkan saat ini adalah bagaimana cara memasukkan makanan ke perut anak-anak saya," kata Majid Khan, seorang pelukis rumah.
Dia sudah berhari-hari tak bekerja, dan hanya memiliki 3.000 rupee (kurang dari 1 juta rupiah) di sakunya.
Rekening bank yang kosong dan uang sewanya yang sudah melewati tenggat waktu pembayaran, "Itu masalahku," katanya. (tribunjateng/non)
TONTON JUGA DAN SUBSCRIBE
• Sudjiwo Tedjo Minta Presiden Jokowi Cuti dan Maruf Amin Pimpin Lawan Virus Corona, Ini Alasannya
• Kini Jadi Negara dengan Pasien Corona Terbanyak, Amerika Sempoyongan Hingga Minta Bantuan Korsel
• Dokter Indro Sang Ahli Virus: Kita Harus Yakin bahwa Virus Ini tak Ada Hubungannya dengan Kematian
• Presiden Jokowi Pecat Evi Novida Sebagai Komisioner KPU, Ini Penyebabnya