Berita Jepara

Kisah Perajin Kitiran, ‎Memilih Bertahan di Tengah Era Permainan Digital

Penulis: raka f pujangga
Editor: m nur huda
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Kelompok Perajin Kitiran (KPK), Sumarno menunjukkan mainan tradisional kitiran, di ?Desa Karanganyar, Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara, Sabtu (15/8/2020).

TRIBUNJATENG.COM, JEPARA - Di tengah maraknya permainan digital, para perajin mainan anak tradisional ‎tetap bertahan.

Bahkan tak sedikit warga Desa Karanganyar, Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara, yang mempopulerkan mainan anak itu hingga ke Malaysia.

Ketua Kelompok Perajin Kitiran (KPK) Desa Karanganyar, Sumarno menyampaikan, permainan tradisional akan tetap bertahan meski saat ini sudah banyak permainan anak berbasis digital.

Dukung Kebijakan Pemkot, Mami Ning Minta Pengunjung Kampung Karaoke Rowosari Taat Aturan

Link Daftar Kartu PraKerja Gelombang 5 & Cara Mengetahui Lolos atau Tidak

Mumtaz Rais Minta Maaf Seusai Ribut di Kabin Pesawat Garuda Gara-gara HP, Ini Kronologinya

Belajar Mengajar Tatap Muka di Sragen Dimulai 31 Agustus, Jadwal Masuk Digilir

Baginya selama ada kelahiran anak-anak, maka permainan tradisional yang sudah dirintis dari Desa Karanganyar sejak 1975 itu akan tetap selalu ada.

"Pokoknya selama ada penduduk baru, itu berarti ‎mainan ini saya percaya akan terus ada. Jadi saya nggak pernah khawatir," ujar dia, saat ditemui di rumahnya, Jumat (14/8/2020).

Terlebih, kata dia, mainan anak tradisional punya agen penjualan yang tersebar di seluruh Indnesia.

Jumlahnya ditaksir bisa mencapai ribuan rang untuk membantu memasarkan produk yang dihasilkan para perajin.

'Setiap orang hajatan, pasar-pasar pasti ada yang jualan mainan anak-anak. Ada kitiran, otok-otok, soangan dan lainnya," jelas dia.

Sehingga desa bagi surganya anak-anak karena menawarkan beragam mainan itu dapat terus eksis di zaman modern saat ini.

Sebagian besar masyarakat di sana menggantungkan hidupnya dari mainan anak-anak.

"Ada sekitar 60 sampai 70 persen penduduk yang ada di sini menggeluti usaha mainan anak," ujar dia.

Jumlah perajinnya, kata dia, hanya sekitar 100 orang. Namun satu orang perajin, rata-rata memiliki tiga sampai lima orang pegawai dari masyarakat sekitar.

"Jadi kalau dihitung jumlahnya ada 500 orang yang berkecimpung membuat mainan ini ada," ujar dia.

‎Namun selama Covid-19 ini, diakuinya produksi mainan anak menjadi terhambat. Pasalnya banyak kegiatan keramaian dilarang, sehingga pesanannya nyaris tidak ada.

‎Sedikitnya 15 pekerjanya pun terpaksa diberhentikan karena kondisi tersebut. Padahal, dalam kondisi normal dapat memproduksi sekitar 3.000 buah mainan dalam seminggu.

"Saya minta mereka mencari pekerjaan yang lain, sampai kondisinya sudah pulih kembali," ujar dia.

Namun ketika tidak ada Covid-19, diakuinya penjualan mainan tradisional itu trennya selalu naik.

Tidak seperti yang dibayangkan selama ini jika mainan tersebut akan kalah bersaing terhadap permainan modern.

‎"Setiap tahun penjualannya selalu naik. Biarpun cuma sedikit. Paling lima persen kenaikannya, tetapi hasilnya lumayan," ujar dia.

‎Dia mengatakan, sudah menjual mainan tersebut sampai ke sejumlah kabupaten kota dari Batam sampai ke Timika.

"Hampir semua pulau yang ada di Indonesia sudah pernah kami kirim barang dari sini," jelas dia.

Harga jual yang murah membuat sejumlah distributor di beberapa daerah itu bersedia membeli ‎barang dari sana.

Mainan tradisional itu dibanderol mulai dari Rp 1.100 per buah tergantung dari ukuran dan bentuk mainannya.

"Kalau jual lagi, keuntungannya mereka bisa dua sampai tiga kali lipatnya. Ada yang Rp 1.000 dijualnya Rp 3.000, yang kitiran Rp 3.500 itu biasa dijualnya Rp 7.000," ucapnya.

Kebanyakan bahan baku‎nya, kata dia, merupakan limbah pabrik yang tidak terpakai. Selain itu, bahan tersebut kebanyakan berasal dari luar Kabupaten Jepara.

Misalnya karet untuk mengikat dari Medan, kertas bungkus rokok dari Kudus, lempengan seng dan spon yang berasal dari Tangerang.

"‎Kami memanfaatkan limbah pabrik ini menjadi mainan yang menarik untuk anak-anak," jelas dia.

Sumarno menjadi sosok yang tak pernah letih untuk menyenangkan hati anak-anak lewat mainan tradisional dari masa ke masa.

"Dari tahun 1982 saya membuat mainan anak. Dan sebagai seorang muslim saya tak pernah khawatir," ujar dia. (raf)

Berita Terkini