Padahal, petani masih harus mengeluarkan ongkos petik dan transportasi yang cukup menguras kantong.
Ia merinci, untuk biaya lansir ojek saja, petani harus mengeluarkan Rp 150 perkilogram ketela.
Lalu untuk biaya cabut atau petik di lahan sampai kupas, petani harus membayar sekitar Rp 150 perkilogram.
Belum biaya angkut menggunakan mobil setelah dilansir melalui jembatan gantung, Rp 100 perkilogram.
"Kalau ditotal ongkosnya Rp 400 perkilogram. Jadi petani hanya dapat Rp 100 perkilogram, "katanya
Karena perolehan yang tak seberapa itu, petani memilih tidak memanen singkongnya di lahan.
Komoditas itu tak menghasilkan apa-apa bagi petani.
Padahal petani sudah mengeluarkan modal dan tenaga untuk merawat tanaman Singkong selama hampir setahun.
Penantian panjang itu akhirnya berakhir duka.
Harapan bisa meraup untung dari usaha itu pupus.
Sebenarnya, kata dia, jika ada akses penyeberangan yang layak, kerugian petani bisa ditekan.
"Singkong dibiarkan di lahan karena gak laku. Kalau warga mau ambil boleh, gratis, " katanya.
(aqy)