Utamanya adalah sistem kompetisi yang menerapkan sistem bubble to bubble.
Di awal musim, manajemen PSIS menargetkan tim finish di posisi lima besar.
"Kalau secara target dari awal belum sesuai apa yang direncanakan, tapi dengan sistem kompetisi yang berjalan bubble membuat pemain harus berpindah dari satu kota ke kota lain dan dia harus bertahan di sana. Tentu ada faktor salah satunya mungkin jarang bertemu keluarga yang mempengaruhi psikis pemain dan akhirnya mungkin ada di urutan delapan atau tujuh klasemen akhir. Menurut saya para pemain tetap harus diapresiasi," tandas Galih. (*)
TONTON JUGA DAN SUBSCRIBE :