Dalam bayangannya, kondisi seperti ini akan terus berlangsung sampai pada lebaran hari ketujuh.
“Dibanding tahun lalu (penjualan oleh-oleh) jauh, karena ini boleh mudik,” begitu kata Zuhri saat menjelaskan kenapa kiosnya ramai pakai banget pada lebaran kali ini.
Pandemi Covid-19 lengkap dengan larangan mudik pada lebaran 2020 dan 2021 bagi para penjual oleh-oleh adalah masa paceklik. Zuhri sendiri mengibaratkan, jika pada lebaran dua tahun sebelumnya bisa dikatakan sehari kiosnya hanya didatangi oleh dua atau tiga pembeli, maka lebaran tahun ini sehari jika dihitung bisa sampai seratus lebih pemudik yang mampir di kiosnya.
Sungguh perbandingan antara langit dan bumi. Jauh.
“(Lebaran) dua tahun lalu mati suri. Tidak ada pembeli (seramai sekarang),” katanya mengingat masa pahit dua lebaran terakhir.
Ramainya para pemudik yang belanja memaksanya menambah jam buka. Dari yang semula kiosnya buka mulai pukul 09.00 WIB pada lebaran kali ini sejak 06.00 WIB sudah siap melayani pembeli. Adapun jam tutupnya sampai pukul 22.00 WIB.
“Kadang pagi juga ada pemudik yang mampir. Tapi paling ramai menjelang siang sampai sore,” kata dia.
Di antara pemudik yang belanja di kios milik Zuhri takni Firda (25). Gadis 25 tahun ini bersama ibu dan bapaknya sengaja belanja untuk buah tangan kembali ke Depok, Jawa Barat.
Sejak 29 April lalu dia sekeluarga tiba di daerah asal orangtuanya di Karanganyar, Demak. Sebuah wilayah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Kudus.
Rencananya petang nanti dia sekeluarga bakal kembali ke Depok setelah dirasa cukup melepas rindu dengan sanak saudara di kampung halaman.
“Ini saya mau beli oleh-oleh khas Semarang, wingko babat. Saya tahunya itu,” kata Firda sembari memilah oleh-oleh yang terpampang rapi di rak kios.
Tidak lupa, jenang juga jadi salah satu pilihannya untuk oleh-oleh.
“Kalau khas Kudus itu jenang atau dodol,” kata dia. (*)