TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Seorang pekerja migran asal Desa Gumelar, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, berbagi pengalaman.
Susmiati, perempuan kelahiran 1977, rela mengadu nasib ke tiga negara demi menyekolahkan ketiga anaknya.
Ia memulai perantauan pada 2002, ke Singapura, Hong Kong, hingga Taiwan.
Baca juga: Kisah Warga Kebumen Tergiur Gaya Hidup Mantan TKW Justru Tertipu Rp 120 Juta
Setelah kurang lebih 10 tahun, pada 2012, ia baru kembali ke pelukan anak-anak kesayangannya.
"Dulu anak pertama ditinggal dari kelas 3 SMP buat kerja ke Singapura, Hongkong, Taiwan, selama 10 tahun," tutur Susmiati kepada Kompas.com, Sabtu (17/6/2023) malam.
Ibu tiga anak itu menceritakan kisah pengorbanannya di perantauan dalam pementasan teater "Momen Larut Malam X Rasa Taiwan" di Soesmans Kantoor, Kota Lama Semarang.
Belasan penonton menyimak kisah sehari-hari Susmiati bekerja sebagai buruh, dan caranya tetap menjalin komunikasi dengan keluarga.
Ia memperagakan bagaimana anaknya yang selalu merindukannya dan memintanya untuk pulang.
Namun dirinya tetap kukuh dan saling menguatkan bila pengorbanan itu ia lakukan demi masa depan mereka yang lebih baik.
"Saya enggak pengen mereka cuma sekolah sampai SMP kaya saya.
Saya harus mengambil keputusan besar agar masa depan mereka lebih baik," lanjutnya.
Sembari menyimak kisahnya, Trouble Team menyuguhkan sejumlah menu otentik Taiwan agar para penonton menyelami pengalaman Susmiati.
Mulai dari roti tawar dengan taburan butter.
Lalu sesi kedua, bubur Taiwan dengan lauk irisan fermentasi rebung, mentimun, dan tahu Taiwan.
Kemudian Susmiati melanjutkan berbagi pengalamannya.
Saat anak pertamanya lulus SMA, ia sempat terkejut dengan keinginan sang putra untuk menempuh studi di jurusan Hukum.
"Pas lulus SMA dia bilang mau kuliah hukum, saya sempat ragu, kan di pikiran saya pekerjaan lulusan hukum kurang menjanjikan, tapi kemudian anak menjelaskan kalau ini yang dia inginkan dan dia bisa sukses nantinya," tuturnya.
Dengan membanting tulang di perantauan, perempuan itu pun menaruh harapan dan kepercayaan penuh pada cita-cita anaknya.
Ia terus menyemangati sang anak untuk studinya.
Dengan begitu anaknya tidak perlu minder dengan teman-temannya.
Meski anaknya memiliki ibu seorang pekerja migran, tapi sang anak tetap dapat sukses mewujudkan cita-cita.
Ia yakin peluh keringatnya akan berbuah manis dengan kegigihan sang anak sulung.
Terbukti, pada November 2017 anaknya lulus dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
"Abis lulus 2018 seleksi Pegagai Negeri Sipil (PNS).
Dari 10.000 pendaftar dia masuk 400 besar dan Alhamdulillah keterima jadi jaksa.
Mungkin dia satu-satunya jaksa di kampung saya," ungkapnya.
Susmiati mengaku sangat bangga dengan keberhasilan anaknya.
Meski tidak mendampingi tumbuh kembangnya secara langsung, tapi anaknya berhasil.
"Suatu kebangaan walau ibu seorang TKI, tapi anak bisa ngangkat derajat orangtua.
Saya bangga anak bisa sampai titik itu.
Anak juga bangga, sekarang enggak minder kalau anak TKI juga bisa jadi jaksa," lanjutnya.
Begitu diterima, pada dua tahun pertama anak sulungnya langsung ditugaskan di Tolitoli Sulawesi Tengah.
Kemudian dipindahtugaskan ke Tarakan, Kalimantan Utara dua tahun berikutnya.
Selanjutnya untuk hidangan pendamping pertunjukkan, penonton disuguhi sup ayam jamur dengan kuah kaldu ayam beraroma jahe.
Lalu ditutup dengan semangkuk kecil es cincau segar.
Menu itu cukup membawa penonton larut dalam kisah Susmiati.
Tema “Momen Larut Malam” itu sengaja dipilih untuk mendobrak kebiasaan orang Taiwan yang melarang sajian makanan saat pementasan teater.
Lebih lanjut, kini Susmiati masih harus menyekolahkan tiga anaknya.
Anak bungsunya masih duduk di bangku kelas 1 SD, lalu kelas 5 SD, dan kelas 3 SMK.
Untuk itu, meski tidak lagi berusia muda, ia berencana kembali merantau ke luar negeri agar bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai perguruan tinggi.
"Iya ini kan itungannya saya eks pekerja migran, jadi memang bisa kembali sebelum 50 tahun," ujarnya.
Selama ini ia mengaku beruntung mendapat majikan yang baik.
Ia bahkan dianggap seperti keluarga dan dicari saat telah berpindah kerja ke Taiwan.
Karena itu ia merasa pekerjaan lamanya patut dijalani lagi demi anaknya.
"Anak saya yang SKK kelas 3 itu cita-citanya jadi desainer busana, kalau gambar bagus-bagus sekali," imbuhnya.
Ia bertekad agar semua cita-cita anaknya bisa terwujud sampai akhir.
Suaminya pun mendukung niat baiknya tersebut.
Kini ia tengah bersiap untuk memulai kembali pada pekerjaan lamanya.
Susmiati, mengungkapkan apresiasi kepada sutradara Kun Ming Li, yang telah mengakat kisahnya dalam film pendek dan memberinya panggung untuk pertunjukkan teater.
Ia berharap para pekerja migran dapat lebih dihargai keluarga dan masyarakat.
Bukan dilihat sebagai bentuk mengabaikan anak karena mereka berkorban mempertaruhkan hidupnya demi keluarga bisa hidup lebih baik. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah TKI Asal Purwokerto, Merantau 10 Tahun di 3 Negara, Berhasil Sekolahkan Anak Jadi Jaksa"
Baca juga: 18 Tahun TKW Inah Hilang tanpa Kabar di Arab Saudi, Kabar Terakhir saat Ganti Majikan