"Ada yang kami latih, ada yang kemudian kami dorong dan bantu untuk bisa bekerja di perusahaan," jelasnya.
Progres intervensi untuk jamban bagi keluarga miskin ekstrem juga terus menurun angkanya.
Saat ini sebanyak 13.993 rumah telah memiliki jamban.
Sisanya masih ada sekira 15.574 rumah yang harus diintervensi.
"Jamban juga bagus ini, turun terus angkanya."
"Sumber air ini agak kesulitan di beberapa daerah remote, maka tadi di daerah ada yang bilang mencari 'dukun air'."
"Apakah dengan teknologi atau orang yang paham di desa," kata Ganjar.
Baca juga: Lima Jurnalis Tribunnews Terima Beasiswa S2 dari BRI, Satu di Antaranya Reporter Tribun Jateng
Sementara, untuk angka yang masih membutuhkan banyak intervensi adalah RTLH dan listrik yang menurut Ganjar juga akan terus digenjot untuk RTLH.
Selama ini gotong royong yang dilakukan menunjukkan grafik penurunan yang bagus.
Adapun untuk kebutuhan intervensi listrik ini juga masih banyak.
Saat ini, data yang sudah diintervensi sebanyak 3.283 rumah tangga dan masih ada sekira 12.596 rumah tangga yang menunggu untuk diintervensi.
Untuk klaster ini, kata Ganjar, dibutuhkan kerja sama dengan PLN, karena ternyata masih ditemukan adanya data yang tidak sinkron.
"Terakhir tertinggi itu listrik ternyata."
"Listrik itu urusannya dengan PLN maka ada data yang tidak sinkron antara data yang masuk di DTKS dengan yang harus diintervensi."
"Maka kami sampaikan, yuk carikan cara yang lain saja."
"Kalau perlu ditempeli dengan tenaga surya yang penting di tempat itu ada," katanya.
Baca juga: Pemulihan Ekonomi Jateng Diprediksi Terus Berlanjut, Bank Indonesia : Didukung Perbaikan Domestik
Berdasarkan data itu, Ganjar mendorong adanya kerja sama antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kota dan kabupaten.
Di mana ada tempat yang masih terdapat kemiskinan ekstrem agar melakukan percepatan.
"Kami dorong di 2024, karena target dari Presiden Jokowi musti turun kemiskinan ekstremnya menjadi nol persen."