Ia lantas menepis anggapan bahwa terobosannya ini bisa menurunkan kualitas doktoral di Indonesia.
"Jadi kami juga banyak dapat masukan ini, 'bagaimana nanti menurunkan kualitas doktoral kita'.
Tidak sama sekali.
Di negara-negara termaju dengan riset yang terhebat di dunia itu keputusan perguruan tinggi, bukan keputusannya pemerintah.
Jadi saya cuma mau menekankan bagi yang mengkritik ini merendahkan kualitas, itu tidak benar," kata Nadiem.
Sebelumnya, Nadiem Makarim mengatakan, ke depan mahasiswa S1 dan Sarjana Terapan bisa bebas skripsi.
Kemudian, mahasiswa jenjang S2 dan S3 sudah bisa tidak wajib unggah jurnal yang sudah dikerjakan.
Kelonggaran tugas akhir skripsi, tesis dan disertasi pada mahasiswa ini disampaikan Nadiem saat meluncurkan "Merdeka Belajar Episode ke-26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi".
Dalam kebijakan Transformasi Standar Nasional, Nadiem mengatakan, sejauh ini ada banyak kendala dialami oleh kampus maupun mahasiswa terkait tugas akhir.
Ia mencontohkan, mahasiswa program sarjana wajib membuat skripsi, mahasiswa program magister wajib publikasi dalam jurnal ilmiah terakreditasi, dan mahasiswa program Doktor wajib publikasi dalam jurnal internasional bereputasi.
Selain beban dari segi waktu, menurutnya, hal itu menghambat mahasiswa dan perguruan tinggi bisa bergerak luas merancang proses dan bentuk pembelajaran sesuai kebutuhan keilmuan dan perkembangan teknologi.
"Padahal perguruan tinggi perlu menyesuaikan bentuk pembelajaran agar lebih relevan dengan dunia nyata. Karena itu, perguruan tinggi perlu ruang lebih luas untuk mengakui dan menilai hasil pembelajaran di luar kelas," kata Nadiem, dilansir dari kanal YouTube Kemendikbud Ristek, Selasa (29/8/2023). (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Nadiem: Jangan Senang Dulu, Keputusan Buat Skripsi atau Tidak Terserah Kampus"
Baca juga: Bantah Hilangkan Skripsi, Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim Serahkan Hak Itu Ke Kampus Masing-masing