Pada awalnya, rumah yang berada di Kampung Mati merupakan perumahan elit pada zamannya. Namun, pada 1987-an, beberapa penghuni rumah itu menjadi korban Tragedi Mina.
"Beberapa rumah itu sempat dijual untuk biaya haji, namun malah menjadi korban Tragedi Mina. Hingga tahun 2000-an rumah itu mangkrak, kemudian saya beli," paparnya.
Baca juga: Inilah Sosok Shelma, Gadis 14 Tahun Yang Tinggal di Kampung Mati Tanpa Tetangga
Tidak horor
Nailil (23) warga yang masih tinggal di permukiman tersebut mengatakan, banyak orang yang membuat konten horor di tempat tersebut tanpa seijin dia. Hal itu membuatnya menjadi risih.
"Terganggu dengan adanya konten-konten horor itu. Apalagi buatnya tanpa ijin," jelasnya saat ditemui di rumah yang dia sewa dari Sumardani.
Dia menjelaskan, tempat tinggalnya mulai dibuat konten sejak dua tahun lalu.
Menurutnya, banyak informasi yang diposting di media sosial yang justru tidak sesuai fakta.
"Pada buat konten katanya horor, padahal saya di sini biasa saja. Tak ada kesan horor," kata dia menceritakan.
Nailil mengaku sudah dua tahun tinggal di tempat tersebut. Dia menempati satu rumah yang berada di bagian depan untuk digunakan sebagai gudang sekaligus kantor gas elpiji.
"Konten-konten itu juga bisa ganggu jualan ini khawatirnya. Makannya, kenapa pada tak ijin kalau buat konten di sini," paparnya.
Selama ini, banyak konten kreator yang buat video di tempatnya dengan cara diam-diam ketika malam hari sehingga mengganggunya.
"Kalau tidak biasanya pada ke sini saat saya tidak ada di sini (rumah)," imbuh dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Penampakan "Kampung Mati" di Semarang, Dulu Ternyata Perumahan Elit pada 1980-an"