Pemilu 2024

Ini Alasan Putusan MK Soal Batas Usia Capres Cawapres Tak Bisa Dikoreksi Lagi

Editor: Muhammad Olies
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie saat sidang putusan terkait pelanggaran etik hakim konstitusi di Gedung MK, Selasa (7/11/2023).

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Teka teki terkait apakah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) berkaitan dengan syarat usia minimal capres-cawapres bisa dikoreksi akhirnya terjawab.

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyimpulkan mereka tak bisa mengoreksi putusan kontroversial MK tersebut.

Hal itu terungkap dalam kesimpulan putusan etik pertama yang dibacakan MKMK untuk 9 hakim konstitusi secara kolektif, terkait isu pembiaran konflik kepentingan dan kebocoran rahasia Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).

"Majelis Kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi, in casu putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023," tulis putusan tersebut yang ditampilkan dalam sidang pembacaan putusan, Selasa (7/11/2023).

"Pasal 17 Ayat (6) dan Ayat (7) UU 48/2009 tidak dapat diberlakukan dalam putusan perkara pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 oleh Mahkamah Konstitusi."

Baca juga: 9 Hakim Konstitusi yang Memutus Perkara Syarat Usia Capres Cawapres Dijatuhi Sanksi Teguran Lisan

Baca juga: BREAKING NEWS: 6 Hakim Konstitusi Dijatuhi Sanksi Teguran Lisan, Terbukti Langgar Prinsip Ini

Baca juga: Jika MKMK Batalkan Putusan MK Apakah Gibran Batal Jadi Cawapres? Ini Kata Pihak KPU

Sebelumnya diberitakan, UU 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa putusan tidak sah jika melibatkan hakim yang terlibat konflik kepentingan.

Perkara itu harus disidang ulang tanpa hakim tersebut. Pijakan hukum ini sebelumnya digunakan salah satu pelapor, Denny Indrayana.

Dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.

Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.

Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya 3 tahun.

Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).

Anwar Usman membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini, meski pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju putusan nomor 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar Usman mengubah sikap MK dalam waktu pendek.

Padahal, dalam perkara nomor 90 itu, pemohon bernama Almas Tsaqibbirru, seorang pelajar/mahasiswa kelahiran tahun 2000 mengakui dirinya adalah pengagum Wali Kota Solo yang juga anak sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming.

Baca juga: Tanda Tangan Perbaikan Permohonan di MK Dipersoalkan, Ini Jawaban Kuasa Hukum Almas Tsaqibbirru

Almas berharap, Gibran bisa maju pada Pilpres 2024 walaupun usianya belum memenuhi ketentuan minimum 40 tahun.

Total, MK telah menerima secara resmi 21 aduan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dari putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.

Halaman
12

Berita Terkini