TRIBUNJATENG.COM, AMERIKA SERIKAT - Pernahkah kamu mendengar kata cuddling?
Mungkin ini terdengar asing di telingamu, namun ini ada di dunia nyata.
Cuddling adalah terapi pengusir kecemasan dan kesepian para pria.
Semisal dengan memberikan pelukan yang membuat pria tersebut menjadi lebih nyaman.
Namun sebagai catatan, terapi ini jauh dari kata seksual.
Di Amerika Serikat contohnya, tak sedikit orang yang telah memanfaatkan terapi cuddling tersebut.
Tak sedikit di antara mereka menjalani profesi sebagai terapis cuddling profesional.
Sebut saja Ella, wanita paruh baya dari Washington Heights, Amerika Serikat ini punya pekerjaan unik tersebut.
Baca juga: Program PRUPriority Hospitals Hadirkan Inovasi Efektivitas Layanan Kesehatan
Dengan hati terbuka, Ella siap mengusir kesepian dan kecemasan para pria.
Maupun mereka para wanita Gen Z dengan cuddling bersama.
Wanita berusia 48 tahun itu merupakan mantan guru seni di sekolah umum di kawasan New York, AS.
Dia beralih profesi menjadi terapis cuddling profesional di perusahaan perawatan katarsis, Cuddlist yang berbasis di Amerika Serikat.
"Saya adalah cuddlist profesional," katanya seperti dilansir dari Kompas.com, Rabu (8/11/2023).
Saat melayani pelanggan, Ella menyukai aktivitas seperti berpelukan hangat dan nyaman setiap hari.
Dia mengundang pelanggan untuk datang ke kamar atau ruang kerjanya, menjalin komunikasi secara baik, saling bertatap muka, dan memberikan pelukan hangat yang penuh kasih dalam berbagai interaksi.
Ella pun suka melakukan berbagai gaya cuddling mulai dari meringkuk, berdiri, duduk atau spooning di kasur miliknya yang berukuran queen.
Baca juga: Waspada Penyebaran Cacar Monyet, Dinkes Wonosobo, Maksimalkan Seluruh Layanan Kesehatan
Atas pelayanan itu, Ella dibayar 150 dollar AS atau sekira Rp 2,3 juta per jam.
Meskipun pelanggannya sebagian besar terdiri dari pria menikah yang berusia 40 hingga 60 tahun, tetapi baru-baru ini dia menyadari banyak wanita dan pria Gen Z yang mencari pelukan non seksual.
Hal itu karena mereka tidak mampu menjalin hubungan fisik di tengah hiruk pikuk kehidupan perkotaan.
"Di kota seperti New York, ada banyak orang kesepian dan merasa terisolasi, meskipun elalu dikelilingi oleh ribuan orang," papar Ella.
Sejak 2017, Ella sudah meninggalkan pekerjaannya sebagai seorang guru dan menjalani pelatihan menjadi seorang terapis yang melibatkan sentuhan fisik.
Tidak ada sertifikat apapun yang dia miliki.
Tetapi di tempat kerjanya, Cuddlist, dia telah menjalani berbagai program sertifikasi mandiri.
"Sesi cuddling saya menawarkan jenis keintiman tertentu dan penerimaan tanpa syarat yang tidak mereka dapatkan di rumah, terapi bicara atau di panti pijat," paparnya.
Baca juga: Satgas Konseling Mahasiswa USM Gelar Seminar Kesehatan Mental Mahasiswa
Atasi Kecemasan dan Kesepian
Sudah banyak penelitian yang membuktikan apabila manfaat cuddling sangat positif bagi kesehatan mental.
Terutama pada aktivitas yang dilakukan bersama terapis cuddling profesional yang tidak melibatkan aktivitas seksual apapun.
Professional cuddling adalah praktik terapuetik yang memungkinkan penerima dan praktisi merasakan sesi sentuhan non seksual yang saling memberikan efek menenangkan.
Pada laporan studi di 2023, kemudian mencatat, pengobatan yang tidak lumrah itu sering disebut-sebut dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental.
Hal ini karena dapat membantu mengurangi stres, kurang tidur, mengurangi risiko penyakit kardiovaskular, serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh seseorang.
Profesi sebagai terapis cuddling profesional mungkin masih terdengar asing dan aneh.
Kendati begitu, profesi ini benar-benar ada bahkan sudah tersedia sejak 2015.
Selain Ella, ada pula Michelle Renee, seorang cuddlist profesional dari San Diego, California.
Renee merupakan wanita berusia 48 tahun, sudah menikah, dan berprofesi sebagai seorang terapis cuddling profesional di Cuddlist sejak 2015.
Upah yang didapatkan Renee juga sekira Rp 2,3 juta per jam untuk cuddling bersama pelanggan.
Saat bekerja, ibu dua anak itu sangat menerapkan aturan ketat yang harus dipatuhi oleh setiap pelanggan.
Baca juga: Rekaman CCTV Terakhir Mahasiswi Kedokteran Unair Tewas: Pelukan Erat Terakhir dengan Adik
Baca juga: Rakernas LDII 2023, Bappenas: Kesehatan & Pendidikan Anak Jadi Kunci Kesuksesan Indonesia Emas 2045
"Dilarang menyentuh saya di balik pakaian, dilarang melakukan hubungan seksual, tidak mengenakan kemeja, dilarang tanpa celana," katanya.
Renee tak keberatan jika pelanggannya tiba-tiba terangsang secara seksual, namun dia akan tetap bekerja secara profesional.
Ada pula cerita cuddlist lain, seperti Missy Robinson yang berusia 43 tahun.
Robinson sempat viral di media sosial karena dia mengungkapkan ada pria yang rela memberikan upah lebih dari 1.300 dollar AS atau Rp 20 juta untuk terapi cuddling penyembuhan.
"Tapi kami tidak akan pernah mengarah pada hal seksual apapun."
"Tugas saya hanya memberikan kenyamanan," ungkap dia.
Meskipun rata-rata para terapis cuddlist di perusahaan itu.
Namun menurut mereka, aktivitas yang satu ini dapat menjadi wadah untuk saling berbagi kasih dengan orang yang benar-benar membutuhkan.
"Saya adalah pendengar yang baik, saya dengan senang hati memeluk mereka saat mereka menceritakan apapun kepada saya - seperti seorang ibu,"
"Saya hanya menciptakan ruang yang bagus dan aman untuk tidak merasa dihakimi," pungkas Renee. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Ella, Dibayar Rp 2,3 Juta per jam Hanya untuk Cuddling"
Baca juga: Mayor Sekti Ambarwati Jabat Danlanud Jenderal Besar Soedirman Purbalingga, Inilah Sosoknya
Baca juga: Detik-detik Santriwati Terjebak Dalam Kebakaran di Pondok Pesantren Darusalam Kabupaten Semarang
Baca juga: Ternyata hanya Segini Harga Beras di Tempat Penggilingan Padi
Baca juga: Profil Bensu Drink Bisnis Minuman Ruben Onsu yang Akan Diwariskan ke Betrand Peto