Lukas Enembe Meninggal Dunia

Mantan Gubernur Papua Lukas Enembe Meninggal, Proses Pidana Otomatis Gugur

Editor: m nur huda
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Gubernur Papua Lukas Enembe, saat berada di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta.

Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) juga buka suara mengenai status penahanan mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe. Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengungkapkan bahwa hingga sebelum meninggal, Lukas Enembe masih berstatus tahanan KPK.

Penahanannya pun telah dibantarkan sejak Senin (23/10) lalu.

"Status penahanan LE di KPK telah dibantarkan sejak 23 Oktober 2023 agar dapat melakukan perawatan kesehatan secara intensif," kata Ali.

Menurut Ali, selama Lukas sakit, pihak KPK telah berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Tim Dokter RSPAD untuk perawatan.

Bahkan pelayanan kesehatan juga diberikan dengan mengizinkan pihak keluarga mendatangkan dokter dari Singapura.

"KPK telah bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia, Tim Dokter RSPAD, serta pihak keluarga juga mendatangkan Dokter dari Singapura untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada LE secara optimal," katanya.

Adapun mengenai kabar meninggalnya Lukas Enembe, pihak KPK memperoleh informasi bahwa dia dinyatakan meninggal oleh dokter pada pukul 11.15 WIB.

Hingga kini, KPK masih belum berkomentar secara rinci mengenai dibawanya jenazah Lukas Enembe ke Papua, meskipun masih berada di bawah penahanan KPK.

Hanya saja, pihak KPK memperoleh informasi bahwa Lukas Enembe akan dibawa ke Papua pada Rabu (27/12). "Jenazah saat ini masih berada di RSPAD. Informasi yang kami peroleh, jenazah rencananya akan dibawa ke Papua pada Rabu 27 Desember 2023," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, menjelaskan bahwa hukuman untuk Lukas Enembe usai jadi salah satu terpidana kasus suap dan gratifikasi otomatis gugur atau berakhir.

"Dengan meninggalnya terdakwa, maka secara hukum pertanggungjawaban pidana terdakwa berakhir," ujar Johanis Tanak.

Namun demikian, dia menuturkan kalau hukuman di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat soal ganti kerugian negara, tetap berjalan. Bisa dilakukan untuk kerugian negara melalui perdata.

"Tetapi dalam konteks perkara tipikor (tindak pidana korupsi), hak menuntut negara untuk mengembalikan kerugian keuangan negara masih dapat dilakukan melalui proses hukum perdata," kata Tanak.

Tanak menjelaskan kalau semua tindak pidana gratifikasi hingga pencucian uangnya, sudah gugur lantaran terdakwa meninggal dunia.

"Sepengetahuan saya, dengan meninggalnya tersangka, maka hak menuntut, baik dalam perkara tipikor maupun TPPU berakhir demi hukum, tetapi negara masih mempunyai hak menuntut ganti kerugian keuangan negara melalui proses hukum perdata dengan cara mengajukan gugatan perdata ke pengadilan negeri," jelasnya.

Halaman
123

Berita Terkini