Berita Otomotif

Mau Tahu Kenapa Penjualan Mobil Baru Stagnan dalam 10 Tahun Terakhir Ini?

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana pameran otomotif di Semarang

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat penjualan mobil baru selama 10 tahun terakhir stagnan di angka 1 juta unit.

Bahkan, memasuki 2024, penjualan mobil cenderung mengalami perlambatan. Merujuk data Gaikindo, penjualan wholesales (pabrik ke dealer) mobil nasional merosot 19,4 persen year on year (yoy) menjadi 408.012 unit pada Januari-Juni 2024, dari realisasi periode yang sama tahun sebelumnya mencapai 506.427 unit.

Sementara, penjualan retail (dealer ke konsumen) mobil nasional terkoreksi 14 persen yoy menjadi 431.987 unit pada Januari-Juni 2024, dari periode sama tahun lalu mencapai 502.533 unit.

Plt Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Putu Juli Ardika mengatakan, yang menjadi penyebab stagnasi itu terjadi lantaran menurunnya daya beli masyarakat.

“Kita lihat antara inflasi kendaraan menjadi lebih mahal. Dari 2014 ke 2023 itu perbandingan dengan pendapatan semakin besar. Kalau dulu 2014 gap harga mobil dengan pendapatan masyarakat sekitar Rp 15 juta, tetapi di tahun 2023 kemarin gapnya sudah Rp 30 juta," katanya, dalam Diskusi Solusi Mengatasi Stagnasi Pasar Mobil, Jakarta, Rabu (10/7).

Selain itu, menurut dia, yang menjadi penyebab tren pembelian mobil baru tak bergairah karena masyarakat lebih condong memilih untuk membeli mobil lama atau mobil bekas.

“Pada 2014, penjualan mobil baru itu 1,2 juta, dan hanya 500.000 yang membeli kendaraan second. Nah, 2023, ini ada 1 juta orang yang membeli kendaraan baru, tetapi yang membeli mobil second ini naik jadi 1,4 juta," jelasnya.

Putu menilai, pemerintah perlu menyiapkan program khusus untuk menstimulus pembelian mobil baru di masyarakat. "Tentunya, pemberian stimulus harus tetap mengedepankan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon,” ujarnya.

Selain itu, ihwal yang berkaitan dengan penurunan daya beli masyarakat, pelonggaran suku bunga untuk pembelian mobil baru secara kredit dapat menjadi satu opsi untuk mengembalikan minat masyarakat untuk dapat membeli mobil baru.

Sebelumnya, pengamat otomotif sekaligus peneliti senior di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis (LPEM FEB) Universitas Indonesia (UI), Riyanto menyatakan, terdapat beberapa faktor utama yang membuat penjualan mobil baru stagnan. Satu di antaranya ialah terjadi lonjakan harga mobil di periode 2013-2022 yang tidak diikuti pertumbuhan pendapatan per-kapita. Hal itupun membuat masyarakat jadi kesulitan untuk memiliki kendaraan baru.

"Secara empiris, harga pada seluruh jenis kendaraan paling berpengaruh. Lantas, pendapatan per-kapita, tingkat suku bunga kredit, kurs atau nilai tukar, dan harga bahan bakar," tuturnya, di Jakarta, Selasa (9/7) malam.

"Berdasarkan data, pendapatan per-kapita dan harga jual mobil selama periode 2000-2013 itu tumbuh beriringan, di mana pendapatan masyarakat tumbuh 28,26 persen, sementara harga mobil naik 21,23 persen," sambungnya.

Solusi

Riyanto mengusulkan dua solusi, yakni jangka pendek dan jangka panjang untuk keluar dari jebakan pasar mobil 1 juta unit. Dalam jangka panjang, pertumbuhan ekonomi nasional perlu ditingkatkan menjadi 6 persen per tahun melalui reindustrialisasi.

Hal itu agar porsi sektor manufaktur terhadap PDB bisa mencapai 25-30 persen atau lebih, sehingga akan mendongkrak pendapatan per kapita kelompok upper middle naik ke kelas affluent.

Halaman
12

Berita Terkini