TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana mengenaikan pungutan cukai terhadap beberapa produk plastik.
Direktur Teknis dan Fasilitas Direktorat Jendaral Bea Cukai (DJBC) Kemenkeu, Iyan Rubianto menyampaikan, terdapat empat jenis produk plastik yang akan dikenakan cukai, yaitu kantong plastik, kemasan plastik multi lapis, polistiren bisa (styrofoam), dan sedotan plastik.
“Produk-produk inilah yang kami sasar ke depan,” katanya, dalam Kuliah Umum Menggali Potensi Cukai, dikutip Selasa (23/7/).
Dalam paparannya, Iyan menyampaikan, sejumlah produk tidak akan dikenai pungutan cukai plastik, yaitu yang masuk dalam kategori angkut terus/lanjut, diekspor, dimasukkan dalam pabrik, dan musnah sebelum dikeluarkan dari pabrik.
Selain itu, menurut dia, pemerintah juga akan menetapkan pembebasan cukai plastik untuk produk plastik, misalnya yang ditujukan untuk penelitian/pengembangan ilmu pengetahuan, dibebaskan untuk perwakilan negara asing/tenaga ahli, barang bawaan penumpang, pelintas batas, dan kiriman batas tertentu, juga untuk tujuan sosial.
Dia menambahkan, pengenaan cukai plastik menyasar pabrikan untuk produksi dalam negeri dan importir untuk produksi luar negeri. Untuk tarif, Iyan menyebut, akan ditetapkan spesifik per kilogram.
“Tarif cukainya spesifik, pelunasannya sama pabrik dan pelabuhan kalau impor. Dan cara pelunasannya dengan pembayaran, tidak menggunakan pita cukai,” jelasnya.
Untuk diketahui, komposisi sampah plastik yang terus meningkat menimbulkan beban ekonomi yang besar, baik dari sisi dampak maupun penanganannya. Hal itulah yang menjadi latar belakang pemerintah berencana mengenakan cukai produk plastik.
Dalam paparannya, Indonesia menempati urutan kelima dari 195 negara penghasil sampah plastik setelah US, India, China, dan Brazil. Selain itu, Indonesia juga menjadi urutan kelima dari 138 negara penghasil sampah plastik ke laut di dunia setelah Filipina, India, Malaysia, dan China.
Kemudian, komposisi sampah plastik di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Proporsi sampah plastik naik dari 17,11 persen pada tahun 2020 menjadi 17,13 persen pada 2021, dan naik lagi menjadi 18,2 persen pada 2022.
Sayangnya, hingga saat ini pemerintah belum jelas kapan akan mulai menerapkan pungutan cukai atas produk itu. Padahal pemerintah telah mematok target penerimaan untuk cukai plastik sebesar Rp 1,84 triliun pada 2024.
Suka mengemplang
Adapun, Direktur Riset Bidang Makroekonomi dan Kebijakan Fiskal Moneter CORE Indonesia, Akhmad Akbar Susamto meminta pemerintah fokus memburu para crazy rich Indonesia yang suka mengemplang pajak atau melakukan penghindaran pajak yang merugikan negara.
Pasalnya, ia menilai, semakin besar penghasilan wajib pajak tersebut, maka akan semakin besar pula potensi penghindaran pajaknya.
"Kita perlu memastikan tidak terjadi penghindaran pajak oleh orang kaya itu," ujarnya, dalam cara Midyear Review CORE Indonesia 2024, Selasa (23/7).
"Semakin besar pendapatannya itu makin kemungkinan mereka melakukan penghindaran pajak itu akan semakin besar," imbuhnya.
Akbar pun mendorong pemerintah untuk konsisten dalam menegakkan peraturan perundang-undangan yang bisa menutup celah penghindaran pajak oleh wajib pajak tersebut.
Selain itu, ia menilai, saat ini masih banyak item-item dari para crazy rich yang belum dikenai pajak. "Itu menjadi sumber yang baik sebagai potensi untuk meningkatkan pajak di masa depan," katanya.
Berdasarkan catatan Kontan, kontribusi pajak penghasilan orang pribadi para crazy rich Indonesia ke setoran pajak tidak terlalu besar. Kaum tajir melintir itu hanya berkontribusi sekitar satu per tiga dari total penerimaan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi (OP).
Berdasarkan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2022, terdapat 5.443 wajib pajak orang pribadi yang membayar pajak dengan lapisan tarif tertinggi sebesar 35 persen. Artinya, para crazy rich itu hanya setara 0,04 persen dari jumlah pelapor SPT Tahunan 2022 yang sebanyak 11 juta WP OP.
Sementara, sebanyak 5.443 crazy rich Indonesia itu telah menyetorkan pajak ke kas negara hingga Rp 3,5 triliun dari total penerimaan PPh OP sebesar Rp 10,6 triliun.
Jika dihitung, kontribusinya hanya sekitar 33 persen, atau sepertiga dari total penerimaan PPh OP. Dan apabila dihitung secara rata-rata, berarti para crazy rich itu menyetor pajak sekitar Rp 643 miliar/orang. (Kontan/Dendi Siswanto)
Baca juga: KSAD Akui Ada Anggota TNI Jadi Ojol: Ngojek kan Lumayan
Baca juga: Kala Produk Pakaian dan Alas Kaki serta Gadget Impor dari China Banjiri Jateng
Baca juga: Pengelola Terminal Tanjung Priok Akui Tak Berani Tangkap Pelaku Kriminal: Anggota Pernah Kena Tebas
Baca juga: Buah Bibir : Zahwa Massaid Nggak Masalah Dilangkahi