Mahasiswa semarang memiliki empat tuntutan dalam Aksi demonstrasi menentang revisi UU Pilkada di Jalan Pahlawan, Kota Semarang.
Empat tuntutan mahasiswa tersebut disampaikan oleh Ketua BEM Universitas Diponegoro (Undip) Farid Darmawan selepas aksi, Kamis (22/8/2024) sore.
Farid mengatakan, tuntutan pertama mendesak DPR tidak melakukan pengesahan revisi UU Pilkada.
Tuntutan kedua, mendesak KPU menindaklanjuti putusan MK yang bersifat final dan mengikat sebab tidak ada hukum lain yang lebih tinggi.
Kemudian, menolak segala bentuk nepotisme dan praktik politik dinasti dalam keberlangsungan demokrasi.
"Terakhir, kami menuntut pejabat negara untuk tidak mencederai marwah hukum dan melakukan pembangkangan terhadap konstitusi demi kepentingan golongan tertentu," paparnya.
Para mahasiswa mengaku sudah jengah dengan pemerintah sebab dari Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) Februari lalu masyarakat sudah dikangkangi konstitusi.
Rakyat juga dipaksa menerima keputusan final dari Mahkamah Konstitusi (MK).
"Dan tanggapan presiden kala itu mengatakan MK itu putusan tertinggi, sekarang ketika MK mencoba mengembalikan marwah demokrasi, marwah hukum, bahkan marwah MK malah dikatakan ini bisa dibicarakan atau didiskusikan ulang. Loh kok presiden tidak konsisten?," ungkap Farid.
Koordinator Aksi, Natael Bremana mengatakan, meskipun ada isu penundaan revisi UU Pilkada, pihaknya tak menelan mentah-mentah karena paham kerja-kerja DPR.
Sebaliknya, jika revisi UU Pilkada benar-benar disahkan tentu akan kelompoknya akan melakukan boikot pilkada diiringi aksi yang lebih besar.
"Kerusakan demokrasi bukan hanya UU pilkada saja tapi kerusakan demokrasi sudah meluas di bawah rezim Jokowi," paparnya yang juga Ketua Presidium PMKRI Cabang Semarang ini.
(iwn)