Contohnya, mengajarkan anak sejak dini tentang hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.
Membangun pondasi bekal pendidikan dasar bagi anak, guna meminimalkan potensi bahaya terjadinya kasus kekerasan pada perempuan dan anak.
"Pondasi pendidikan awal adalah keluarga setelah itu lingkungan dan sekolah."
"Jika kami sosialisasi terus, tapi keluarga tidak peduli dengan anaknya, sama saja tidak ada hasil."
"Banyak juga kasus penelantaran anak oleh orangtuanya, bagaimana pun KDRT pemicu angka perceraian dan penelantaran anak," tutur dia.
Haniah menambahkan, pihakanya secara berkala melakukan sosialisasi dan edukasi pencegahan kekerasan perempuan dan anak, sebagai bentuk keprihatinan lantaran marak korban kekerasan pada perempuan dan anak.
Beberapa sasaran sosialisasi dan edukasi adalah pejabat di lingkungan Kantor Kemenag daerah setempat untuk menciptakan pondok pesantren ramah anak.
JPPA juga melakukan sosialisasi dan edukasi di sekolah-sekolah menyasar guru BK dan pelajar OSIS sebagai motor pencegahan dan pengawasan perilaku pelajar di sekolah.
"Kami juga lakukan sosialisasi dengan ibu-ibu PKK tingkat desa."
"Bagaimanapun angka KDRT di Kudus cukup tinggi, harus diupayakan untuk ditekan semaksimal mungkin," tegas dia. (*)
Baca juga: Seribu Pelajar Kota Pekalongan Ikuti Gerakan Ayo Membaca, Inggit Soraya: Budayakan Minat Baca
Baca juga: Beginilah Gambaran Potensi Megathrust di Cilacap, Simulasi BNPB Libatkan 200 Warga Tegalkamulyan
Baca juga: Menyoal Gugatan Dico-Ali di Pilkada Kendal 2024, Ketua KPU Jateng: Kami Ikuti Prosedurnya
Baca juga: 3 Daerah Pelaksana Pilkada 2024 di Jateng Dipastikan Paslon Lawan Kotak Kosong, Ini Data Rincinya