TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah telah memeriksa 13 saksi berkaitan dengan laporan dugaan penganiayaan yang menimpa Darso sopir rental Semarang.
Pelaporan tersebut dilayangkan keluarga di SPKT Polda Jateng pada Jumat (10/1/2025) malam. Terlapor yakni anggota Satlantas Polresta Yogyakarta berinisial IS.
"Kami telah melakukan pemeriksaan saksi sebanyak 13 orang terdiri keluarga Darso, masyarakat sekitar, dan rumah sakit (RS Permata Medika)," jelas Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Tengah Kombes Dwi Subagio selepas ekhumasi di TPU Sekrakal, Gilisari, Purwosari, Mijen, Kota Semarang, Senin (13/1/2025).
Dwi menyebut, kasus ini prosesnya dalam rangka penyelidikan sehingga belum bisa menyimpulkan kasus tersebut ada unsur pidana atau tidaknya. "Proses ekshumasi ini untuk mendukung bisa menentukan ada pidana atau tidak," ungkapnya.
Terkait terlapor yakni IS anggota Satlantas Polresta Yogyakarta, Polda Jawa Tengah belum melalukan koordinasi untuk melakukan pemanggilan. Dwi menyebut, hendak memastikan dulu unsur pidananya terlebih dahulu baru melakukan pemanggilan.
"Kami belum koordinasi dengan Polda DIY, kami tentukan dulu ini ada proses pidana atau tidak," tuturnya.
Makam Dibongkar
Makam Darso (43) korban diduga penganiayaan oleh anggota Satlantas Polresta Yogyakarta telah dibongkar oleh Polda Jawa Tengah, Senin (13/1/2025).
Proses pembongkaran dimulai pukul 10.00 WIB yang berakhir pada pukul 12.05.
Petugas gabungan dari tim forensik membawa dua boks kontainer selepas proses pembongkaran makam.
Istri Darso, Poniyem (42) yang menyaksikan proses ekshumasi mengaku, merasa tertekan melihat makam suaminya dibongkar.
Terlebih, keluarganya sempat keberatan makam Darso dibongkar.
"Namun, demi kebenaran kami rela makam suami dibongkar. Biar tidak simpang siur dan hasilnya nyata," kata Poniyem selepas proses ekshumasi di TPU Sekrakal, Gilisari, Purwosari, Mijen, Kota Semarang, Senin (13/1/2025).
Poniyem mengungkapkan, proses ekshumasi ini bisa menguatkan keterangannya soal adanya dugaan penganiayaan.
Dia menyebut, melihat sendiri ada luka lebam suami di bagian kepala.
Kondisi tersebut juga dikuatkan oleh penuturan suaminya sendiri.
"Suami dijemput mereka (terlapor) dalam kondisi sehat. Tidak sakit apapun. Tiba-tiba dibawa ke rumah sakit," ungkapnya.
Darso diketahui memiliki riwayat sakit jantung. Jantungnya telah dipasang sebanyak lima ring.
Kondisi Darso yang sakit jantung telah diidapnya selama lebih dari enam bulan.
Dalam sehari-hari, Darso memang tidak bisa aktivitas berat.
"Suami saya mungkin kaget dijemput, takut atau tertekan jadi jiwanya terguncang ditambah mendapatkan perlakuan tersebut," katanya.
Proses ekshumasi dilakukan oleh tim gabungan terdiri dari penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jateng bersama Tim Kedokteran Forensik Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokkes) bekerjasama dengan Persatuan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) dari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus) dan Fakultas Kedokteran Universitas Sultan Agung (Unissula) Semarang.
"Kami melakukan ekshumasi jenazah Darso ini bagian dari scientific crime Investigation yaitu untuk menemukan penyebab kematian almarhum Darso dianiaya atau tidak," kata Kepala bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jawa Tengah Kombes Artanto.
Menurutnya, petugas membawa sejumlah sampel organ tubuh dari Darso. Sampel ini akan dibawa ke laboratorium untuk penyelidikan.
"Tim Kedokteran forensik akan melakukan penelitian dalam bentuk kegiatan patologi anatomi. Ini salah satu bentuk pendukung dari penyebab kematian daripada almarhum Darso," bebernya.
Terkait lamanya proses sampel, dia menilai tergantung nanti petugas dalam melakukan pendalaman.
Namun, kondisi jenazah yang sudah tiga bulan dimakamkan nantinya akan berpengaruh.
"Ya tentunya antara jenazah baru dan jenazah lama berpengaruh namun dari scientific crime Investigation dokter punya keahlian menemukan jawaban dari hasil penelitian," terangnya.
Diberitakan sebelumnya, Seorang warga Gilisari Purwosari Mijen, Kota Semarang, Darso (43) meninggal dunia selepas diduga dianiaya oleh sejumlah polisi dari Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polresta Yogyakarta pada Sabtu, 21 September 2024.
Akibat kejadian itu, korban meninggal dunia selepas dirawat di rumah sakit dengan sejumlah luka lebam pada Minggu, 29 September 2024.
Keluarga sempat diberi uang sebesar Rp25 juta dari para terduga pelaku sebagai uang damai pada Sabtu, 14 Desember 2024.
"Iya sebelum meninggal dunia , suami saya dijemput jam 6 pagi oleh tiga orang pakai mobil. Dijemput dalam kondisi sehat, 2 jam kemudian saya dikabari sudah di rumah sakit," ujar istri Darso, Poniyem (42) di Mapolda Jawa Tengah, Jumat (10/1/2025) malam.
Poniyem mendatangi Mapolda Jawa Tengah untuk membuat laporan kejadian penganiayaan berujung suaminya meninggal dunia.
Poniyem yakin suaminya dihajar oleh orang-orang yang mendatangi rumahnya.
Sebab, suaminya selama di rumah sakit mengaku dihajar oleh orang-orang tersebut.
"Saya lihat ada luka lebam-lebam di kepala bagian pipi kanan," terangnya.
Kasus ini akhirnya dilaporkan ke Polda Jateng terkait dugaan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian yang sebagaimana diatur dalam pasal 351 ayat 3 KUHP junto pasal 170 yang diduga dilakukan oleh oknum dari Satlantas Polresta Yogyakarta di SPKT Polda Jateng pada Jumat (10/1/2025) malam.
Terlapor yakni anggota Satlantas Polresta Yogyakarta berinisial IS.
Dalam pelaporan tersebut, mereka sudah membawa sejumlah bukti seperti hasil rontgen gesernya ring jantung korban, foto dan video serta bukti-bukti lainnya.
Termasuk saksi dari keluarga korban.(iwn)