Pada Februari 2024 lalu, ia mengaku pernah menerima bantuan sebesar Rp1 juta dengan hanya menyerahkan KTP dan KK dari bank tersebut melalui temannya.
"Mau dikasih bantuan katanya, Rp1 juta. Dikasih, tapi di teller itu saya lihat pencairan Rp100 juta," ujar kepala keluarga dari ibu, nenek, dan istrinya yang tinggal ngontrak di rumah ukuran 3x2 meter.
Hal senada disampaikan oleh Muhammad Novaldi (22) warga Desa Sukorejo, Kecamatan Sumber Wringin.
Ia menjelaskan, dirinya mengetahui adanya pinjaman Rp100 juta atas namanya setelah dua orang pegawai bank datang ke rumahnya.
Dirinya menolak tanda tangan karena dalam dokumen terdapat keterangan pinjaman Rp100 juta.
"Padahal saya tidak pernah (pinjam), yang didatangi bulan Januari 2025 ini," urainya.
Ia pun sama, juga diming-imingi dapat bantuan Rp1 juta dengan modal KTP dan KK.
Kuasa hukum para korban dari LBH Anshor, Jayadi mengatakan, ada enam orang korban yang didampinginya melaporkan dugaan penyalahgunaan KUR di bank pelat merah tahun 2024 ini.
Di enam korban tersebut ada dua kelompok, dengan jumlah per kelompok 10 orang.
"Korban enam yang berani melapor," ujarnya.
Menurutnya, modus operandinya yakni dengan pinjam nama.
Dimana pelapor atau para korban diiming-imingi diberi bantuan dengan menyerahkan KTP dan KK.
Adapun untuk melampirkan SKU sebagai syarat pinjam KUR ini, kata Jay, dikoordinir oleh terlapor dengan inisial RAZ.
Ia menuturkan bahwa pihaknya sangat menyesalkan pihak bank saat melakukan analisa kredit.
Lantaran, bagaimana bisa orang-orang yang tak punya usaha dan dikoordinir sedemikian rupa, kemudian dengan mudahnya bisa dapat KUR.