UMKM

Kala Demam QRIS Melanda PKL Purwokerto, Bayar Cilok Rp 3000 Pakai Scan Barcode

Penulis: khoirul muzaki
Editor: rival al manaf
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

QRIS di GEROBAK- Penjaja gorengan di trotoar jalan Desa Dukuhwaluh, Kembaran, Banyumas menempel display QRIS di kaca gerobaknya.


Amir menggunakan QRIS karena sebuah tuntutan. Meski hanya pedagang di trotoar, ia tak mau ketinggalan zaman. 


"Saya sudah sejak beberapa tahun lalu pakai QRIS, " katanya


Pemuda asal Kabupaten Bogor Jawa Barat ini sadar pangsa pasarnya masyarakat metropolitan.  Mereka sudah melek teknologi kebanyakan.  


Dalam bertransaksi, mereka tak melulu pakai uang tunai. Bahkan cenderung lebih menyukai pembayaran digital. 


Termasuk saat bertransaksi dengan pedagang kecil sepertinya. Jika Amir tak mau menyesuaikan tren pasar, ia akan tertinggal. 


Sementara persaingan ketat antar pedagang tak bisa disangkal. Mereka saling berlomba menyajikan pelayanan terbaik untuk pelanggan. 


Penyediaan layanan QRIS jadi strategi Amir untuk menarik pelanggan. 


"Pakai QRIS lebih simpel, karena zaman sekarang maunya yang simpel, " katanya

 


Bayar Rp 3000 pakai QRIS

SCAN QRIS - Pedagang es teler Rp 5000 melayani pembeli yang sedang memindai kode QR untuk pembayaran digital lewat android, di Desa Dukuhwaluh, Kembaran, Banyumas, Kamis (27/3/2025). (TRIBUN JATENG/ Khoirul Muzaki)


Siapa bilang QRIS hanya dipakai untuk transaksi dengan nominal besar. Pembayaran melalui QRIS tidak ada batasan minimal.


Karena itu, Amir percaya diri menawarkan layanan itu ke pelanggan. 


Meski memakai QRIS yang membuat jualannya naik kelas, ia tak lantas menaikkan harga dagangan. 


Amir tetap memasang harga normal. Toh untuk mengadakan layanan QRIS ia tak butuh modal.  Pendaftaran QRIS juga gratisan. 


Dengan satu butir cilok seharga Rp 500, ia menerima berapapun pembelian. 

Halaman
1234

Berita Terkini