Berita Kriminal

Jurusan Perikanan dan FISIP, Dua Mahasiswa Undip Ditangkap Polisi Terkait Penyanderaan Intel

Penulis: iwan Arifianto
Editor: muh radlis
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

INTEL DISANDERA - Anggota intel Polda Jateng disandera mahasiswa saat demo May Day di Kota Semarang beberapa waktu lalu. Dok IG @infokriminalsemarang

"Saya tidak ingin masa depannya hilang,” terangnya.

Menunggu Kepulangan Anak

Supriana (50) buruh jahit di Kota Semarang menceritakan kondisinya saat menunggu sang anak berinisial ANH (19) selama semalam suntuk.

ANH merupakan mahasiswa di Kota Semarang yang ditahan polisi bersama lima rekan lainnya, buntut aksi demonstrasi Hari Buruh Internasional atau May Day di Jalan Pahlawan Semarang pada Kamis 1 Mei 2025.

Supriana mengungkapkan, sempat kehilangan kabar anaknya yang pergi dari rumah pada Kamis 1 Mei 2025 pukul 14.30.

Selepas pergi, sang anak tidak memberikan jawaban meski telah dihubungi berulang kali.

Suprian sempat khawatir karena anaknya tak kunjung pulang hingga larut malam.

“Saya sampai tidak tidur menunggu anak pulang."

"Sampai besok harinya juga tidak ada kabar, kerja tidak fokus,” bebernya kepada Tribunjateng.com, Senin (12/5/2025).

Di tengah kekhawatiran itu, dia baru mendapatkan kabar anaknya pada keesokan harinya, Jumat 2 Mei 2025 pukul 10.30.

Nomor WhatsApp anaknya membalas bahwa sedang mengerjakan tugas di kampus.

Ketika itu, Supriana sempat merasa tenang.

Selang beberapa jam kemudian, Supriana sontak kaget karena anaknya kembali menghubunginya dengan meminta agar diantarkan baju dan peralatan mandi ke Polrestabes Semarang.

“Saya dihubungi nomor WhatsApp anak saya."

"Namun dilihat dari bahasanya bukan seperti anak saya, mungkin polisi,” terangnya.

Supriana lantas mengantarkan baju anaknya ke kantor polisi. 

Di kantor tersebut, Supriana sempat bertemu anaknya.

Anaknya pun bercerita telah mendapatkan kekerasan oleh polisi, di antaranya mendapatkan pukulan di bagian mata, hidung, tengkuk leher, maupun perut.

Anaknya juga sempat dibanting.

Dia melihat pula ketika bertemu anaknya ada bekas lebam di bawah kedua mata anaknya.

“Ceritanya belum selesai, anak saya sudah menangis,” paparnya.

Mendapatkan cerita dari anaknya, Supriana berusaha mencari tahu kesalahan apa yang telah diperbuat oleh anaknya.

Berdasarkan informasi dari kepolisian, anaknya telah melakukan pelemparan botol dan batu kepada polisi saat aksi demonstrasi.

Anaknya juga disebut melakukan pelemparan besi bekas pagar tanaman ke arah polisi.

Aksi anaknya tersebut terekam dalam dua video.

“Apakah ulah anak saya itu telah membuat orang terluka dan menimbulkan korban, sehingga anak saya sampai di penjara dan diperlakukan seperti itu?,” ucapnya.

Keterlibatan anaknya dalam aksi buruh, kata Supriana, murni dilakukan karena anaknya diajak teman masa SMP yang berkuliah di Unnes.

Anaknya juga buruh karena berkuliah sambil bekerja di perusahaan ekspedisi sebagai petugas packing atau pembungkus barang.

“Saya juga buruh, dia ikut demo juga ingin menyuarakan soal buruh."

"Meskipun anak saya baru pertama kali ikut demo,” bebernya.

Dia pun membantah anaknya adalah Anarko.

Sebab, anaknya selama ini sibuk bekerja sebagai buruh packing sembari berkuliah.

Hasil kerjanya juga digunakan untuk membayar kuliah dan membeli handphone yang kini disita polisi.

Oleh karena itu, ketika anaknya habis untuk aktivitas tersebut.

“Anak saya pulang setiap harinya pukul 22.00,” katanya. 

Menurut Supriana, anaknya selama ini juga tidak pernah berbuat kejahatan.

Bahkan, kenakalan remaja pada umumnya juga tidak pernah dilakukan.

“Perbuatan anak saya di aksi demonstrasi bisa jadi karena terprovokasi,” ungkapnya.

Polisi juga telah mendatangi kediaman Supriana. 

Menurutnya, kedatangan polisi untuk memastikan perilaku anaknya.

“Polisi datang ke kantor kelurahan, Ketua RT, dan tetangga, mungkin mereka ingin memastikan,” ucapnya.

Supriana kini sedang berupaya melakukan langkah hukum agar anaknya dapat dibebaskan.

Dia khawatir anaknya tidak memiliki masa depan pasca berurusan dengan polisi akibat kejadian tersebut.

“Umur saya sudah 50 tahun, tetapi masih semangat kerja."

"Ini demi masa depan anak saya."

"Jadi saya berharap dia dibebaskan agar bisa melanjutkan kuliah,” terangnya.

Dihubungi terpisah, Koordinator Tim Advokasi May Day Semarang, M Safali mengatakan, mahasiswa berinisial ANH yang ditahan polisi menjadi salah satu mahasiswa dampingan lembaganya.

Pihaknya masih berusaha untuk melakukan pengajuan penangguhan penahanan, termasuk terhadap kelima mahasiswa lainnya.

“Kami sedang menyiapkan beberapa langkah selanjutnya untuk upaya hukum ke enam mahasiswa ini,” ucap Safali.

Menurut Safali, langkah terdekat yang dilakukan adalah dengan rencana bertemu dengan Gubernur Jawa Tengah untuk beraudiensi.

Langkah kedua, pihaknya bakal melakukan pengajuan praperadilan untuk menguji keabsahan polisi dalam menangani kasus penangkapan para mahasiswa ini.

“Kami juga sedang berupaya membuktikan adanya satu mahasiswa lainnya (bukan ANH) yang alami gangguan mental atau masuk sebagai difabel tetapi kasusnya terus dilanjutkan, sehingga ada dugaan kesalahan penyidik dalam penanganan kasus ini,” ujarnya.

Sementara Tribunjateng.com telah mengkonfirmasi kasus ini ke Kapolrestabes Semarang Kombes Pol M Syahduddi. 

Namun, upaya konfirmasi sampai saat ini belum memperoleh respon. 

 (Iwn)

Berita Terkini