Readers Note

Mewaspadai Risiko Oversharing di Media Sosial 

Editor: iswidodo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Charlotte Odelia Kerensa Mandey mahasiswa Psikologi Unika Soegijapranata Semarang

Mewaspadai Risiko Oversharing di Media Sosial 
Oleh Charlotte Odelia Kerensa Mandey, Mahasiswa Psikologi Unika Soegijapranata Semarang

SEKITAR 77 persen penduduk Indonesia menggunakan internet, atau mencapai 212 juta orang. Dari jumlah sebanyak itu, kira-kira 60?alah pengguna media sosial aktif. Demikian data statistik menurut DataRepotal.

Berbagai alasan pengguna media sosial antara lain mengisi waktu luang, untuk tetap terhubung dengan teman dan keluarga/kerabat, untuk mengetahui berita terbaru yang viral,  dan sebagainya. Media sosial yang digunakan yaitu Facebook, Instagram, Tiktok, X, dan Youtube. Pengguna medsos berbagi momen, opini, kisah, dan sebagainya.

Sayangnya, mereka juga share konten di media sosial tentang privasi. Padahal yang namanya privasi tidak perlu diketahui orang lain. Misalnya lokasi sekarang di mana, curhat pribadi berlebihan, dan seterusnya. Itu kategori oang yang oversharing, atau berlebihan dalam share informasi pribadi.

Hal ini dapat berdampak negatif, bagi pelaku oversharing juga orang lain. Di antaranya merupakan timbulnya efek kecanduan kepada pengguna, perundungan, menurunnya harga diri pada pengguna, rusaknya citra diri pengguna dan orang lain, rusaknya hubungan sosial pengguna dengan orang lain, dan juga celah untuk kriminalitas. 

Data pribadi yang dibagikan pengguna dapat digunakan untuk tindakan kriminalitas seperti penipuan, pemerasan, penyalahgunaan nama (Akhtar, 2020) (Dandridge, 2023).

Kurang Teman

Berdasar penelitian yang dilakukan oleh Siti Alpiah et al. (2024), penyebab banyak orang melakukan oversharing di media sosial adalah salah satunya karena mereka tidak memiliki seseorang untuk bercerita, sehingga mereka memilih untuk menceritakannya melalui media sosial. 

Pengguna merasa lega setelah menceritakan perasaannya yang tertahan di media sosial. Selain itu, mereka mendapatkan atensi yang mereka inginkan saat mereka membagikan informasi pribadi di media sosial. Seperti di saat pengguna membagikan informasi barang pribadi, atau kisah pribadi yang mengundang empati dan validasi dari netizen. Hal tersebut menimbulkan rasa puas dan memiliki kecenderungan untuk pengguna akan mengulang perilaku tersebut karena ingin mendapatkan respon yang sama (kecanduan).

Pengguna juga ingin menjaga koneksi dengan orang lain dan tetap eksis dalam kehidupan orang lain melalui unggahan atau status yang dibuat oleh pengguna. Walau unggahan status tidak mendapat respon secara langsung, seperti “like” atau “comment” dari orang lain, namun pengguna akan tetap merasa puas dan tidak terlalu merasa kesepian (Akhtar, 2020). 

Butuh Pengakuan

Berbeda dengan jika pengguna mendapat respon langsung dari orang lain, pengguna akan merasa lebih puas. Kebutuhan untuk menunjukkan ‘siapa’ diri pengguna juga menjadi salah satu alasan. Pengguna cenderung mengunggah foto/video dengan kualitas yang baik agar pengguna mendapatkan citra positif dari orang lain dan memiliki pandangan positif mengenai pengguna. Hal ini mengakibatkan pengguna terlalu fokus pada pendapat orang lain mengenai unggahan mereka, dan pengguna berusaha untuk membentuk citra yang diinginkan.

Sehingga banyak pengguna secara tidak langsung mengukur harga diri mereka melalui jumlah “likes” maupun jumlah pengikut akun media sosial mereka. Jika respon negatif yang mereka dapatkan, berdampak pada timbulnya penyesalan dan rasa penolakan. Karena menurut Dandridge (2023), pengguna melakukan perilaku oversharing di saat pengguna sedang memiliki emosi yang tinggi, seperti marah, sedih, sangat
senang. 

Faktor utama yang memengaruhi yaitu karena banyak pengguna yang menganggap bahwa media sosial merupakan tempat yang aman untuk menuangkan perasaan dan opini tanpa takut untuk dihakimi.

Bermedia sosial tidaklah salah, hanya saja perlu dipahami pentingnya menjaga privasi dan memilah informasi yang akan dibagikan di media sosial. Dandridge (2023) menyarankan untuk meningkatkan literasi digital  pemahaman pengguna media sosial mengenai risiko oversharing. Hal ini untuk menjaga informasi pribadi para pengguna agar tidak disalahgunakan dan tidak menjadi bumerang kepada pengguna itu sendiri.

Halaman
12

Berita Terkini