Ngaku Dokter Tinggal di Kolong Jembatan

Cerita Hafid, Dokter Patah Hati Ditinggal Ibu, Istri dan Anak: Kini Menyepi di Kolong Jembatan Demak

Penulis: Andra Prabasari
Editor: galih permadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

HIDUP DIKOLONG JEMBATAN - Sebuah kisah pilu sekaligus menyentuh hati datang dari seorang pria bernama Hafid, dokter spesialis Telinga Hidung Tenggorokan (THT) lulusan Universitas Indonesia dan Singapura.

Cerita Hafid, Dokter Patah Hati Ditinggal Ibu, Istri dan Anak: Kini Menyepi di Kolong Jembatan Demak

TRIBUNJATENG.COM - Sebuah kisah pilu sekaligus menyentuh hati datang dari seorang pria bernama Hafid, dokter spesialis Telinga Hidung Tenggorokan (THT) lulusan Universitas Indonesia dan Singapura. 

Kehidupan Hafid yang dulunya penuh prestasi dan keberhasilan dalam dunia medis berubah drastis setelah kehilangan istri dan anak tunggalnya.

Dalam tayangan YouTube Sinau Hurip yang dipandu oleh Sukaryo Adiputro atau Adi, Hafid menceritakan kisah hidupnya yang kini tinggal di bawah kolong jembatan di kawasan Kadilangu, Demak. 

Baca juga: Sosok Hafid, Ngaku Dokter Spesialis Lulusan UI dan Singapura Pilih Tinggal di Kolong Jembatan Demak

Ia telah menjalani kehidupan tersebut selama sembilan tahun.

Hafid merupakan lulusan Kedokteran Universitas Indonesia yang kemudian melanjutkan pendidikan spesialis THT di Singapura. 

Tak berhenti di situ, ia juga sempat menempuh pendidikan lanjutan di Italia selama empat tahun. 

Setelah menyelesaikan pendidikannya, Hafid membuka sebuah apotek di Jember dan menjalani kehidupan rumah tangga bersama sang istri, yang juga seorang dokter asal Cianjur.

Namun, kehidupan bahagia itu berubah ketika sang istri meninggal dunia akibat kecelakaan. 

Kesedihan Hafid semakin mendalam saat anak semata wayangnya, yang sedang menempuh pendidikan di Jerman dan hendak wisuda, juga meninggal dunia dalam kecelakaan ketika hendak pulang ke rumah.

“Setelah itu saya benar-benar frustasi. Saya tinggalkan semua, termasuk apotek dan rumah,” ujar Hafid dalam wawancara tersebut.

Kini, rutinitas Hafid dimulai dari tempat tinggalnya di bawah kolong jembatan. 

Setiap hari, ia berjalan kaki ke Masjid Kadilangu untuk beribadah, kemudian berziarah ke makam Sunan Kalijaga, dan kembali ke tempat tinggalnya untuk menyendiri.

Meski memiliki pondok pesantren (ponpes) di Jember yang dikelola oleh keluarganya, Hafid mengaku tak betah lama di kampung halamannya. 

Ia sesekali pulang ke Jember hanya untuk akhir pekan, lalu kembali lagi ke Demak.

Halaman
1234

Berita Terkini