Paling kecil bendera mobil Rp15 ribu, yang paling besar untuk latar belakang, Rp200 ribu,” sebut dia.
Namun, tidak semua penjual seberuntung dia. Sekitar dua kilometer ke arah barat, di Jalan MT Haryono, tepat di trotoar seberang Kantor Pos Ungaran, Drajat (40) tampak duduk bersandar. “Hari ini belum ada yang beli,” kata dia.
Drajat berasal dari Ciamis dan seperti Dedeyana, dia juga berprofesi sebagai pedagang makanan keliling di sekolah-sekolah saat tidak berjualan bendera.
Pria itu sudah membuka lapak sejak 20 Juli lalu, jauh sebelum Agustus.
Tapi lokasi yang tak seramai jalan utama membuat dagangannya lebih sepi.
“Kalau dulu, orang beli bendera pas pertengahan Agustus.
Sekarang lebih awal tapi tetap saja, belum seramai sebelum Covid,” ujar dia.
Drajat hanya membawa 20 potong bendera, mengaku takut merugi jika membawa lebih banyak.
Meskipun menghadapi tantangan, baik Dedeyana maupun Drajat mengaku tetap memegang harapan yang sama, yakni agar semangat nasionalisme warga tak pernah pudar.
“Saya berharap warga makin cinta sama negeri ini, makin rajin pasang bendera.
Itu kan lambang kita sebagai bangsa,” imbuh Drajat.
Baca juga: Tembok SD dan Bendera Merah Putih di Sragen Jadi Sasaran Corat-coret, 3 Bocah Ditangkap
Sementara di berbagai sudut kota, dari Setiabudi hingga Pasar Bandarjo, penjual dwi warna bermunculan.
Harga yang ditawarkan pun beragam, mulai Rp20 ribu untuk ukuran kecil, hingga Rp200 ribu untuk yang lebar dan panjang.
Umbul-umbul, yang menjadi penghias halaman rumah dan gang-gang sempit, juga terlihat dijajakan. (*)