TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Gambar tengkorak bertopi jerami terpampang mencolok di jalanan kampung, dikelilingi warna-warna cerah hasil sapuan kuas para remaja.
Di atas aspal di perkampungan Kota Semarang, yang sudah mengering sebagian.
Tangan-tangan mereka sibuk menggoreskan kuas pada pola tengkorak bertopi jerami yang telah lebih dulu digambar dengan kapur.
Baca juga: Kini Disebut Pemecah Belah Bangsa, Lambang Bajak Laut One Piece Pernah Dipakai Gibran. . .
Baca juga: Merah Putih Berdampingan dengan Bendera One Piece, Simbol Perlawanan atau Sekadar Tren?
Warna putih dan hitam mendominasi langkah awal pengerjaan mural putih untuk dasar tengkorak, hitam untuk mata bundar kosong dan garis silang tulang.
Di sisi lain, seorang remaja memegang ember kecil berisi cat kuning terang, bersiap menambahkan warna ikonik pada topi jerami yang menjadi ciri khas karakter Luffy.
Fenomena pengibaran bendera One Piece Jolly Roger bajak laut Topi Jerami di sejumlah kampung atau mural jalanan belakangan ini menjadi sorotan publik, terutama ketika simbol tersebut muncul bersamaan dengan momen perayaan Hari Kemerdekaan.
Bagi sebagian remaja, bendera tersebut bukan sekadar lambang bajak laut fiksi, melainkan simbol kebebasan, solidaritas, dan perlawanan terhadap ketidakadilan, sebagaimana yang diperankan tokoh Luffy dan kawan-kawannya dalam cerita.
Namun di sisi lain, muncul pula kekhawatiran dari sebagian kalangan bahwa simbol-simbol seperti ini bisa disalahartikan sebagai bentuk provokasi atau kritik tersembunyi terhadap negara, meski bagi para pembuatnya, hal itu semata-mata adalah bentuk ekspresi kreatif dan kecintaan terhadap budaya populer.
Setiawan, salah satu perwakilan remaja di kampung itu, menjelaskan bahwa mural-mural tersebut merupakan hasil kreativitas anak-anak muda di lingkungan mereka.
"Memang setiap tahunnya jalan kampung kami dihias dan dilukis menjelang 17 Agustus. Gambar-gambar itu datang dari ide anak-anak sendiri," ujarnya, Sabtu (2/8/2025)
Menurutnya, tokoh anime seperti Luffy dan bendera bajak laut Topi Jerami dipilih karena tengah populer di kalangan remaja.
“Sosok One Piece itu memang lagi digandrungi anak muda sekarang. Mereka suka, jadi ya diekspresikan lewat lukisan. Bukan cuma tahun ini, setiap tahun juga sering digambar,” ujar Setiawan.
Sebagai pecinta anime, ia mengaku memahami karakter-karakter dalam One Piece yang sering kali membela yang tertindas dan menolak tirani. Tapi menurutnya, hal itu tak perlu ditafsirkan berlebihan.
“Itu cuma bentuk kritikan, bukan ajakan untuk memberontak. Anak-anak ini juga enggak sampai sejauh itu mikirnya. Mereka cuma gambar tokoh favorit mereka," jelasnya.
Lukisan One Piece yang memicu diskusi publik itu, menurut Setiawan, justru bisa jadi momentum untuk melihat bagaimana anak-anak muda mengekspresikan diri melalui budaya populer.