UKSW SALATIGA

Empat Doktor Baru Fakultas Interdisiplin UKSW Sumbang Gagasan Strategis untuk Masa Depan Indonesia

Penulis: Laili Shofiyah
Editor: M Zainal Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

GELAR DOKTOR: Empat sosok akademisi dan praktisi yang selama ini berkiprah di bidang lingkungan, pangan, konservasi budaya, dan kebijakan publik resmi menyandang gelar Doktor Studi Pembangunan dari Fakultas Interdisiplin, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), belum lama ini. Momen yudisium dan promosi doktor ini menandai tonggak penting dalam perjalanan akademik mereka sekaligus menjadi refleksi komitmen UKSW dalam menghadirkan kontribusi nyata bagi pembangunan Indonesia melalui riset-riset lintas disiplin. (Dok UKSW)

Dalam proses mendukung proses akademik para doktor, promotor dan ko-promotor terlibat aktif dalam seminar proposal, penelitian lapangan, seminar hasil, hingga ujian kelayakan dan promosi.

“Kami menjaga mutu akademik secara serius."

"Karena itu, disertasi yang lahir di prodi ini adalah karya ilmiah yang orisinal, berdampak, dan visioner,” pungkas Profesor Daniel.

Dari Krisis Ekologis hingga Transformasi Sosial

Kajian mendalam Dr. Djoko Raharjo mengenai pencemaran logam berat di Sungai Opak menyuarakan urgensi integrasi antara pendekatan ilmiah dan gerakan masyarakat sipil dalam menangani krisis lingkungan.

Ia menekankan bahwa degradasi ekosistem tidak bisa dipisahkan dari kebijakan ekonomi-politik yang menjadi penyebabnya.

“Air bersih dan pangan aman adalah hak asasi manusia."

"Kerusakan lingkungan harus menjadi tanggung jawab bersama,” tegasnya.

Drs. Agus Tianur, M.Si., dalam disertasinya tentang dampak pasca tambang di Desa Mulawarman, Kalimantan Timur, menguraikan bahwa krisis ekologis meninggalkan luka struktural mendalam yang tak hanya merusak alam, tetapi juga mengancam tatanan sosial dan ekonomi desa.

Melalui model mitigasi partisipatif, ia menawarkan strategi rekonstruksi ruang hidup yang berkeadilan.

“Kita tidak bisa menambal luka dengan pendekatan teknokratis semata, masyarakat harus menjadi subjek utama pemulihan,” jelasnya.

Dari sisi ketahanan pangan, Cahyati Setiani mengungkapkan tantangan dalam adopsi benih padi bersertifikat di lahan tadah hujan yang selama ini dianggap marginal.

Penelitiannya menggabungkan teori perilaku, preferensi risiko, dan peran kelembagaan untuk merumuskan strategi kebijakan yang aplikatif.

“Petani kita cerdas. Mereka menimbang untung rugi di tengah keterbatasan."

"Kita perlu memahami logika mereka agar intervensi pemerintah tidak sia-sia,” ungkap Cahyati dalam yudisium.

Baca juga: Jelang 5 Dekade EASE, UKSW dan Kwansei Gakuin University Jepang Perkuat Persahabatan dengan Sukacita

Halaman
123

Berita Terkini