“Busana mereka membawa warna tersendiri dalam kirab budaya ini."
"UKSW benar-benar mencerminkan Indonesia Mini,” tuturnya.
Sementara itu, bagi mahasiswa, keikutsertaan dalam kirab ini bukan sekadar seremoni, melainkan panggung untuk menegaskan bahwa keberagaman adalah kekuatan.
“Saya bangga mengenakan Tuana Mahile."
"Lewat kirab ini, masyarakat Salatiga mengenal etnis Poso."
"Kirab ini menyatukan kita,” ungkap Mikhael Zergiand, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi (FISKOM).
Clara Tuati dari Fakultas Teologi menyebut pengalaman ini sebagai momentum yang menyentuh.
“Kami dari Alor bisa memperkenalkan kain dan identitas kami."
"Kami tidak hanya hadir, kami dikenali,” katanya.
Tak ketinggalan, Eustasya Susanci Mooy dari Fakultas Teknologi Informasi (FTI), mewakili PATOMEN mengungkapkan rasa bahagia dapat menjadi bagian dari kirab budaya tahun ini.
“Sebagai anak rantau, bisa tampil dalam acara besar kota ini sungguh membanggakan."
"UKSW memberi ruang bagi kami untuk menyuarakan asal dan budaya,” ujarnya mahasiswi yang tampil gemilang dengan Kabit khas Mentawai.
Baca juga: Imanuel Warikar Raih Gelar Doktor Sosiologi Agama UKSW, Tawarkan Konseling Berbasis Budaya Papua
Kirab budaya tahun ini menjadi lebih dari sekadar perayaan.
Kirab ini menjadi panggung inklusi, ruang pengakuan, dan cermin toleransi. UKSW, lewat parade 19 etnisnya, mengukir kesan mendalam bahwa keberagaman bukan hal yang harus dipersatukan.
Wali Kota Salatiga, dr. Robby Hernawan, Sp.OG., hadir dan membuka secara resmi Kirab Budaya dalam rangka peringatan Hari Jadi ke-1.275 Kota Salatiga.