TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Layanan Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang dikeluhkan masyarakat karena sering mengalami mogok di jalan.
Keluhan terbaru dilaporkan warga melalui kanal aduan Lapor Semar pada Kamis (14/8/2025) dan saat ini dalam status laporan masuk ke sistem Dishub Kota Semarang.
Pada hari yang sama, aduan lain terkait layanan BRT juga masuk di kanal aduan warga tersebut.
Baca juga: Jelang HUT ke-80 RI, Musisi Semarang Rilis Lagu “Akulah Indonesia” untuk Gairahkan Nasionalisme
Baca juga: Kukuhkan 27 Anggota Paskibraka, Agustina, Wali Kota Semarang Dorong Anak Muda Cintai Produk Lokal
Warga mengeluhkan asap kendaraan bus yang sangat hitam dan mengganggu pengguna jalan lainnya.
Menanggapi keluhan tersebut, Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti mengakui bahwa layanan BRT Trans Semarang memang masih jauh dari ideal.
“Memang kurang, kurang sekali, dan sangat kurang,” ucapnya, Jumat (15/8/2025).
Agustina menjelaskan, armada BRT Trans Semarang sebagian besar merupakan milik pihak ketiga.
Dia menyebut, dari seluruh unit yang beroperasi, hanya enam yang dimiliki Pemkot Semarang, itupun bantuan dari pusat dan provinsi.
"Yang lainnya adalah kerja sama pihak ketiga."
"Jadi kami hanya membayarkan biaya-biaya operasional."
"Yang sering rusak milik kami," ungkapnya.
Menurutnya, bus-bus milik Pemkot Semarang yang sering mengalami kerusakan merupakan armada lama yang sudah digunakan sejak 2015 hingga 2018.
Sementara itu, armada milik pihak ketiga dinilai lebih layak, namun tetap diawasi melalui pengawasan dari Badan Usaha Layanan Daerah (BULD).
Terkait kendaraan yang seringkali mogok bahkan mengeluarkan asap hitam, Agustina menyebutkan, salah satu penyebabnya adalah kelebihan kapasitas penumpang.
Dia menegaskan, tidak seharusnya kendaraan diisi penumpang di luar kapasitasnya.
"Nah, kalau itu sudah misalnya yang 'cumi-cumi darat' itu sudah mulai diomongin kapasitasnya, satu bis itu untuk misalnya 5 orang, jangan dipaksakan 10 orang."
"Karena itu berat, apalagi tanjakkan, sehingga ngebul," tegasnya.
Wali Kota juga menyebut soal keterbatasan fiskal daerah dalam menambah jumlah armada atau rute baru.
Meski banyak permintaan masyarakat untuk menambah layanan di beberapa zona, pemerintah kota masih melakukan perhitungan kemampuan anggaran.
Baca juga: Dewan Sebut Kota Semarang Minim Tempat Hiburan, Minta Revitalisasi Semarang Zoo
Baca juga: Hasi Laga Internal Game PSIS Semarang, Doni Sormin Tampil Memukau
"Banyak yang menawarkan, 'Ibu, jalur ini zona ini kurang bus, apakah bisa nambah?'"
"Nah, pertanyaannya ini, pada 2026 sudah dihitung."
"Apakah Pemkot Semarang sanggup menambahkan pembiayaan?"
"Nah, itu subsidi."
"Kalau tidak subsidi, harga tiketnya Rp20.000."
"Padahal sekarang ini Rp4.000 per penumpang," ujarnya.
"Terus masih ada yang harus nol rupiah."
"Kemudian mahasiswa bukan Semarang Rp1.000."
"Subsidi ini harus kami hitung," lanjutnya.
Menurut dia, dengan kondisi ekonomi masyarakat yang belum stabil, dia belum yakin jika harga tiket harus dinaikkan.
"Kalau dinaikkan harga tiket, kasihan menurut saya," ungkapnya.
Untuk mengatasi persoalan ini, lanjutnya, Pemkot Semarang masih mempertimbangkan skema kerja sama dengan pihak swasta agar biaya modal pengadaan bus bisa ditanggung mitra.
Sementara Pemkot Semarang tetap menangani biaya operasional dan subsidi tiket.
Menurutnya, skema ini lebih efisien dibandingkan pemerintah harus membeli bus baru dan sekaligus menanggung operasionalnya.
Kalau penambahan bus baru berarti dua kali pembiayaan. (*)
Baca juga: Kopi Kendal Dicanangkan jadi Oleh-oleh Khas Daerah, Bupati: Kualitasnya Bagus
Baca juga: Lomba Mancing Antar OPD, Warna Baru di HUT RI Pemkot Pekalongan
Baca juga: Mau Bongkar Diskotek, Gubernur Bobby Nasution Dilempari Batu oleh Massa Ormas GRIB
Baca juga: Truk Muatan LPG Ringsek Bagian Depan Usai Alami Kecelakaan di Tawangmangu Karanganyar