Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Jejak Pabrik Rokok Tua Tjap Pompa Yang Pernah Jaya di Semarang, Ditelan Konflik Keluarga dan Zaman

Kisah Ong Tjwie Tien, pendatang dari Tiongkok yang mengawali bisnis tembakau di Semarang yang berasal dari petani tembakau Mranggen, Demak.

Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: raka f pujangga
TRIBUNJATENG/REZANDA AKBAR D
PABRIK ROKOK - Bekas bangunan pabrik rokok Tjap Pompa dan Rokok Oepet Tambang yang masih merupakan satu kepemilikan di Jalan Karangsaru Semarang. 

Semarang kala itu bukan hanya kota pelabuhan. Ia adalah simpul industri hasil tembakau (IHT) nasional, di Jawa Tengah kondisi Semarang kala itu hampir mirip seperti Kudus yang dijuluki Kota Kretek.

“Kalau di Semarang, saat itu nama Pompa bahkan lebih besar ketimbang Prau Layar. Hanya di Cirebon yang masih kalah pamor dengan Upet Tambang, padahal itu juga isinya Pompa, tapi kalau Pompa di sana tidak dikenal,” kenang Teguh.

Industri rokok menjelma urat nadi ekonomi. Tembakau jadi emas hijau. Jalur distribusi menghubungkan desa penghasil tembakau dengan kota dagang. 

Uang mengalir dari petani ke juragan, dari buruh ke pasar, dari perusahaan ke kas negara. 

IHT memberi makan ribuan keluarga, menyumbang cukai, sekaligus membangun infrastruktur sosial.

Salah satu jejak penting adalah berdirinya Persatuan Pabrik Rokok Semarang (PPRS). Satu diantaranya Pabrik Rokok yang termasuk jaya pada kali itu Tjap Pompa menjadi bagian PPRS.

Para juragan rokok menyadari, buruh dan masyarakat butuh akses kesehatan. Sehingga PPRS menyumbangkan dana untuk perkembangan klinik kecil di Gambiran.

Klinik kecil tersebut adalah klinik kesehatan sosial, setelah mendapatkan sumbangan dari PPRS klinik tersebut menjadi salah satu rumah sakit terbesar di Semarang yang dikenal sebagai RS Telogorejo.

Namun seiring berjalannya waktu, Tjap Pompa diwariskan kepada anak laki-laki tertua dari Ong Tjwie Tien. 

Kala itu pompa terjebak dalam konflik internal, berniat berinovasi dengan mencoba menjual kretek sigaret, namun gagal.

Sebagian keluarga membawa saham ke luar negeri dengan tujuan untuk mengembangkan bisnis, sebagian lagi bertahan di dalam negeri dengan pengelolaan seadanya. 

Pada 1970-an, pompa ekonomi itu macet.

Hutang menumpuk, aset dijual, dan nama besar perlahan tenggelam.

"Sampai tahun 70-an itu sudah slek (berselisih), tahun 75 itu sudah mulai tidak menghasilkan. Sudah tak ada profit dan mulai jual aset, hutang sana hutang sini. Dan dari keturunan sendiri tidak ada yang mau melanjutkan," tuturnya.

Dalam kesempatan terpisah, Johanes Cristiono, pemerhati sejarah Semarang, menyimpan banyak kisah tentang jejak industri hasil tembakau (IHT) di kota ini. 

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved