Berita Pati
Suara Semar dari Lereng Kendeng: Jerit Petani Pati yang Tanah dan Airnya Dirampas Tambang
Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) bersama sejumlah kelompok petani dan aktivis lingkungan lainnya, Rabu (24/9/2025).
Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: raka f pujangga
TRIBUNJATENG.COM, PATI – “Kalau ingin pejabat Pati tenteram-ayem, jangan merusak alam. Ayo suburkan petani. Petani itu menghidupi. Tanpo ono petani, ora bakal kowe-kowe iso urip (tanpa ada petani, kalian semua tidak akan bisa hidup).
Petani tidak menggarap sawah, tidak menanam, tidak memanen, seluruh dunia ini akan lumpuh dan mati. Maka tambang-tambang di Kendeng harus diberhentikan.”
Begitulah sepenggal orasi yang disampaikan seorang pria berbadan gempal yang didandani menjadi Semar, sesepuh Punakawan.
Baca juga: Ancam Demo Besar, Warga Tunggulsari Tuntut Bupati Kendal Bertindak Atasi Galian C
Pria yang menjelma menjadi Semar itu bernama asli Jumadi.
Bersama dirinya, ada tiga pria lain yang juga didandani menjadi tiga anggota Punakawan lainnya, yakni Gareng, Petruk, dan Bagong.
Orasi tersebut diteriakkannya dalam aksi unjuk rasa yang digelar Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) bersama sejumlah kelompok petani dan aktivis lingkungan lainnya, Rabu (24/9/2025).
Aksi damai tersebut diadakan di Jalan DR Wahidin, tepatnya di jalan yang menjadi perantara Pendopo Kantor Bupati Pati dan Gedung DPRD Pati.
Puluhan petani dan aktivis lingkungan berkumpul dalam aksi ini untuk memperingati Hari Tani Nasional 2025.
Dalam menyuarakan kegelisahan mereka, para petani melakukan orasi, aksi teatrikal, brokohan, hingga beraudiensi langsung dengan Bupati Pati Sudewo.
Ketua JMPPK, Gunretno, menjelaskan bahwa “kehadiran” Punakawan dalam aksi hari ini merupakan bentuk simbolisasi perjuangan keadilan yang murni.
“Punakawan ini, kan, (dalam mitologi Jawa dan kisah pewayangan-red.) selalu mengiringi kesatria Pandawa dalam memperjuangkan keadilan. Selalu menemani dan mengingatkan agar para kesatria tidak keluar dari rel apa yang diajarkan para sesepuh,” jelas dia.
Kesatria di sini bisa dimaknai para pejabat yang mendapat mandat dari rakyat untuk menyejahterakan masyarakat dan merawat lingkungan yang menjadi ruang hidup bersama.
Bagi JMPPK, mereka harus selalu diingatkan agar tak mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang berkongsi dengan para perusak alam.
Kesatria di sini juga bisa berarti para pejuang lingkungan, yang tak kenal lelah menyuarakan penolakan terhadap para gergasi, “pengusaha jahat”, yang terus merongrong dan menyakiti bumi.
“Kami dari JMPPK, ada juga dari Germapun (Gerakan Masyarakat Petani Pundenrejo-red.), serikat petani pati, dan lain-lain, merayakan hari tani dengan menuntut hak petani. Ada yang mengajukan tuntutan terkait persoalan perhutanan sosial yang belum selesai, ada yang memperjuangkan tanah yang dikuasai perusahaan. Adapun kami dari JMPPK menuntut persoalan tambang,” jelas Gunretno.
Menurutnya, persoalan tambang di Pati hingga kini masih menjadi masalah besar. Ada belasan tambang ilegal yang merongrong kawasan Pegunungan Kendeng.
“Yang ilegal ada 13, (sekarang sudah) tidak beroperasi. Tapi kami melihat mereka mendekati Pak Sudewo untuk bisa beroperasi,” kata dia.
Bagi Gunretno, tambang yang disebut legal pun mestinya juga dihentikan karena dampak kerusakan lingkungannya begitu luar biasa.
“Yang mengeluarkan izin harus ikut bertanggung jawab. Sebab izin yang keluar tidak sesuai peruntukan kawasan. Sampai sekarang ada empat tambang dinyatakan berizin. Kami menanyakan sejauh mana izinnya kepada ESDM, belum ada jawaban jelas. Ada 60 item yang harus dipenuhi penambang, tapi belum ada dari pihak ESDM membuktikan bahwa itu dilakukan, ditepati,” kata dia.
Gunretno mengatakan, saat beraudiensi, pihaknya mengultimatum Bupati Pati Sudewo agar menutup tambang di wilayah Kendeng dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari.
Terutama galian-galian C di wilayah Kecamatan Sukolilo dan Kayen.
Dia menegaskan, pihaknya memiliki dasar argumentasi untuk meminta tambang-tambang di wilayah Kendeng ditutup tanpa terkecuali.
Hasil kajian lingkungan hidup strategis menjadi dasar tuntutan ini.
Menurut Gunretno, total valuasi ekonomi dari pelaku usaha tambang tidak bisa menutup dampak kerusakan alam yang mereka perbuat.
Rakyat Pati yang pada akhirnya dirugikan.
“Kerugian lingkungannya, taruhlah tentang rumah air (fungsi ekologis Kendeng sebagai penampung air-red.). Sekarang sudah tidak lagi bisa menyerap, berakibat kekeringan dan banjir. Bisa dirasakan petani, yang akhirnya kalau nanam lima kali, bisa panen dua kali saja sudah bagus. Kadang malah tidak bisa panen terus karena dampak kerusakan lingkungan,” jelas dia.
JMPPK juga menyampaikan tuntutan mereka agar Sudewo tidak pernah mengizinkan adanya pendirian pabrik semen di wilayah Pati.
Menurut Gunretno, Sudewo sudah menyanggupi, menyatakan tidak akan menyetujui pendirian pabrik semen selama dirinya menjabat.
Untuk diketahui, usai beraudiensi dengan Bupati Sudewo, Gunretno dkk. mengadakan acara brokohan atau selamatan/kenduri, di lokasi unjuk rasa.
Hidangan nasi tumpeng, ayam ingkung, dan aneka lauk-pauk lainnya disantap bersama-sama.
“Brokohan ini merupakan wujud dari petani yang selalu bersyukur pada Ibu Bumi yang selalu memberi hidup. Kami ingatkan dulur-dulur selalu bersyukur pada Ibu Bumi. Eling, jangan pernah melukai atau merusak Ibu Bumi, yang mengakibatkannya tidak mendukung kehidupan semua orang,” ujar dia.
Baca juga: Misteri Keberadaan Abdul Hamid Kades Tunggulsari Kendal, Hilang Usai Didemo Warganya Soal Galian C
Ada pula aksi teatrikal yang ditampilkan srikandi-srikandi JMPPK. Aksi itu dilakukan untuk memberikan semangat pada para petani untuk menjadi “petani utun”.
Dalam terminologi masyarakat samin, petani utun adalah mereka yang meyakini bahwa pilihan hidup menjadi petani, menjadikan bertani sebagai mata pencaharian, bisa untuk mencukupi hidup dan kehidupan.
“Aksi teatrikal tadi tadi ada tembang ‘tuk nong tuk gung, cep menengo anakku wong tani’. Menggambarkan buyut kerti among tani untuk memberi semangat para petani untuk tetap menjadi petani utun. Tetap menghormati Ibu Bumi dengan tidak berlebihan menggunakan bahan kimia, pestisida. Kalau bertani tapi merusak alam, tidak menjadi petani utun,” tandas dia. (mzk)
Janji Bantuan Stimulan Gagal Panen untuk Petani Pati Oleh Jokowi Sejak 2023 Belum Cair hingga 2025 |
![]() |
---|
Lelah Menunggu Bantuan Puso Rp 45 Miliar: Petani Korban Banjir Pati Geruduk BNPB |
![]() |
---|
Ini Alasan Gerindra Tidak Bisa Usulkan Pemecatan Bupati Pati Sudewo |
![]() |
---|
Seni Bela Diri Gongcik & Terbang Jawan dalam Peringatan Maulid Nabi di Pati Bentuk Akulturasi Budaya |
![]() |
---|
Anggota Pansus Hak Angket Pati Dirombak, Jadwal Pemanggilan Bupati Sudewo Ditunda |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.