Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Purbalingga

"Tarif Pelajar Rp1.000, Kami Rp5.000" Angkot Purbalingga Menjerit Kalah Saing dengan BRT

Lesunya jumlah penumpang angkutan kota (angkot) di Kabupaten Purbalingga membuat para sopir mengeluh karena kalah saing dengan .

TRIBUNJATENG/Farah Anis Rahmawati
Angkutan Kota — Angkutan kota (angkot) yang terlihat sedang berjejer menanti penumpang di depan Pasar Segamas Kabupaten Purbalingga, Kamis (2/10/2025). 

TRIBUNJATENG.COM, PURBALINGGA — Lesunya jumlah penumpang angkutan kota (angkot) di Kabupaten Purbalingga membuat para sopir mengeluh.

Selain karena semakin mudahnya masyarakat memiliki kendaraan pribadi, para sopir menilai sepinya penumpang juga dipicu oleh perbedaan tarif yang dinilai tidak seimbang antara angkot dan Bus Rapid Transit (BRT) Trans Jateng.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang Angkutan Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Purbalingga, Kuret Suratno, membenarkan adanya perbedaan tarif antara angkot dan BRT.

Baca juga: Sopir Angkot Tewas Diseruduk Dump Truk saat Berhenti di Bahu Jalan Bersihkan Kaca Belakang

Namun, ia menegaskan bahwa penetapan tarif BRT sepenuhnya menjadi kewenangan Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Tengah, bukan pemerintah kabupaten.

Kuret mengatakan, secara regulasi tarif angkot di Purbalingga sejauh ini memang belum mengalami kenaikan.

Sementara kebijakan tarif BRT ditentukan oleh Dishub Provinsi.

Menurutnya, tarif BRT bisa lebih murah karena adanya subsidi dari pemerintah provinsi, sedangkan angkutan umum di tingkat kabupaten tidak. 

Ia mengakui, saat ini minat masyarakat terhadap angkutan umum semakin menurun.

Dari total 27 trayek angkot yang dulu beroperasi di Purbalingga, kini hanya tersisa 19 trayek yang masih aktif.

Sebagai upaya mendukung keberlangsungan angkot, Dishub Purbalingga telah menerbitkan surat edaran yang melarang sekolah-sekolah menggunakan odong-odong untuk kegiatan di luar sekolah.

“Selain tidak memenuhi standar keselamatan, penggunaan odong-odong untuk kegiatan sekolah juga cukup berisiko. Karena itu, kami membuat surat edaran dari Ibu Sekda agar sekolah tidak lagi menggunakan odong-odong,” katanya.

Dengan adanya kebijakan tersebut, Dishub berharap kegiatan sekolah dapat memanfaatkan jasa angkot atau angkudes sebagai alternatif transportasi.

“Alhamdulillah sejauh ini sudah berjalan dan cukup berpengaruh. Jadi ketika sedang sepi penumpang, sopir angkot bisa mendapat pesanan dari sekolah,” tuturnya.

Kuret berharap, meski kondisi saat ini sedang sulit, para pengemudi angkot dan angkudes tetap semangat memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

“Meskipun minat masyarakat terhadap angkot dan angkudes di Purbalingga menurun, alhamdulillah keduanya masih bisa bertahan hingga sekarang. Saya harap teman-teman tetap berjuang dan siap siaga memberikan pelayanan prima,” pungkasnya.

Sebelumnya, Pengurus OSAKA Purbalingga, Siswahyudi mengeluhkan keberadaan BRT dengan tarif yang lebih murah dibandingkan angkot.

“Persaingan antar moda transportasi sudah biasa, tapi perbedaan tarifnya tidak seimbang. Khususnya untuk penumpang pelajar dan buruh,” ujarnya.

Saat ini, tarif BRT untuk pelajar dan buruh Rp1.000.

Sementara tarif angkot berkisar Rp4.000–Rp5.000.

Baca juga: Polisi Pengendara KLX Tewas Tabrakan dengan Truk, Berawal Hindari Angkot

“Jelas tidak seimbang. Kalau dulu BRT Rp4.000, kita Rp5.000 masih aman, masih banyak yang naik angkot. Tapi setelah tarif berubah, pelajar dan buruh sepi. Padahal dulu buruh itu laris banget,” katanya.

Siswayudi menyebut pihaknya sudah melakukan negosiasi terkait perbedaan tarif dengan dinas terkait dan Organda. Mereka masih menunggu hasil negosiasi tersebut.

“Harapan kami tarif BRT bisa kembali ke awal. Untuk masuk pasar, kami juga mau, tapi harapannya tetap sama jangan ada biaya tambahan,” pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved