Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Grobogan

Pilu, Angga Siswa SMPN 1 Geyer Grobogan Korban Bullying Sempat Minta Kaos dan Sepatu Bola ke Ayahnya

Rabu sore itu, suasana di Dusun Muneng, Desa Ledokdawan, Kecamatan Geyer, Kabupaten Grobogan, terasa begitu pilu. 

Penulis: faisal affan | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG/Faisal Affan
BULLYING GROBOGAN - Sawindra, ayah Angga Bagus Perwira siswa SMPN 1 Geyer yang meninggal dunia di sekolah saat ditemui tim Tribun Jateng, Rabu (15/10/2025). (TRIBUN JATENG/FAIZAL AFFAN) 

TRIBUNJATENG.COM, GROBOGAN - Rabu sore itu, suasana di Dusun Muneng, Desa Ledokdawan, Kecamatan Geyer, Kabupaten Grobogan, terasa begitu pilu. 


Angin yang biasanya berhembus pelan di sekitar rel kereta api kini seolah membawa kesedihan mendalam dari sebuah rumah sederhana di tepinya. 


Di sanalah Sawindra, ayah dari Angga Bagus Perwira, siswa kelas VII SMPN 1 Geyer yang meninggal dunia akibat penganiayaan, menahan perih yang sulit ia ungkapkan dengan kata-kata.

Ketika tim Tribun Jateng datang berkunjung pada Rabu (15/10/2025), Sawindra baru saja pulang mengantar anak keduanya membeli jajan di warung depan rumah. 


Wajahnya terlihat letih, namun begitu tim menyapanya dan menanyakan tentang Angga, matanya langsung berkaca-kaca.

“Saya sangat kehilangan. Dia anak baik,” ucapnya lirih.


“Angga itu nggak pernah maksa kalau minta sesuatu. Selalu tahu kondisi bapaknya. Kalau mau minta dibelikan apa-apa, selalu tanya dulu, ‘Ayah punya uang nggak? Kalau ada aku pengen dibelikan ini,’” lanjutnya dengan suara bergetar.

Sawindra mengenang, beberapa hari sebelum kepergian Angga, sang anak sempat meminta dibelikan baju dan sepatu bola.


“Dia ikut klub sepak bola di kampung. Minta dibelikan kaos bola sama sepatu. Barangnya baru sampai hari Jumat. Rencananya Sabtu, habis pulang sekolah, mau dipakai. Tapi takdir berkata lain,” kenangnya.

Kaos dan sepatu yang baru dibeli itu kini tak pernah sempat digunakan. Keduanya justru ikut mengiringi Angga ke tempat peristirahatan terakhir.


“Baju dan sepatunya saya minta dimasukkan sekalian ke liang lahat,” tutur Sawindra pelan.

Kesedihannya terungkap ketika ia menceritakan momen saat menerima kabar duka. Saat kejadian, Sawindra sedang bekerja di sebuah pabrik di Cianjur.


“Sekitar jam dua belas siang saya dikabari kalau Angga pingsan di sekolah. Saya langsung disuruh pulang. Saat itu juga saya beli tiket bus. Tapi di perjalanan saya lihat berita di media sosial, kok Angga meninggal,” ujarnya dengan napas berat.


Ia mengaku tak berani langsung memberitahu istrinya yang ikut dalam perjalanannya ke Grobogan. 


“Takut kenapa-napa di jalan,” katanya.

Sesampainya di rumah, yang tersisa hanyalah tubuh anaknya yang sudah terbungkus kain kafan.


“Sudah nggak bisa lihat kondisi fisiknya. Sudah dibalut kain kafan. Saya cuma bisa lihat wajahnya saja,” kata Sawindra, menunduk.

Bagi Sawindra, sulit mempercayai bahwa anaknya harus meregang nyawa karena ulah teman sebayanya di sekolah.


“Namanya anak sekolah saling ejek itu biasa. Tapi saya nggak nyangka sampai seperti ini,” ucapnya lirih.

Kini, Sawindra dan keluarganya hanya berharap keadilan ditegakkan.


“Saya dan keluarga seminggu di sini, sekalian selesaikan kasus ini di polisi. Saya juga mau minta tanggung jawab dari pihak sekolah,” ujarnya.

Harapannya sederhana, agar tidak ada lagi anak lain yang menjadi korban kekerasan di sekolah, dan agar pelaku menerima hukuman setimpal.


“Intinya, saya ingin pelaku dihukum seadil-adilnya, meskipun masih di bawah umur. Semoga tidak ada lagi kejadian seperti ini,” tutupnya.(afn)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved