Kenaikan UMP
Upah Naik Tapi Hidup Tetap Sulit, Buruh Jawa Tengah Tuntut Kenaikan UMP 10,5 Persen di 2026
Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jateng tahun 2025 menjadi Rp 2.169.349 ternyata belum banyak mengubah wajah kesejahteraan buruh.
Penulis: budi susanto | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jateng tahun 2025 menjadi Rp 2.169.349 ternyata belum banyak mengubah wajah kesejahteraan buruh.
Di balik angka kenaikan 6,5 persen yang diumumkan pemerintah provinsi, masih tersimpan kenyataan getir yaitu biaya hidup melesat jauh lebih cepat dari kenaikan gaji.
“Setiap bulan selalu ada yang naik. Gaji memang naik, tapi pengeluaran naiknya dua kali lipat,” keluh Siti, buruh pabrik garmen di kawasan Industri Candi, Semarang, Selasa (21/10/2025).
Kekecewaan serupa kini menjalar ke berbagai kawasan industri di Jateng. Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJAT) bersama Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jateng mengumumkan akan menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran Rabu (22/10), di Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) serta Kantor Gubernur Jateng.
Dalam surat resmi yang mereka kirim kepada Tribujateng.com, Koordinator Jaringan ABJAT/KSPI Jateng, Aulia Hakim, menyampaikan bahwa aksi tersebut merupakan bagian dari rangkaian perjuangan kesejahteraan buruh dan pekerja di Jateng.
Aksi yang dijadwalkan dimulai pukul 14.00 WIB itu membawa dua tuntutan utama, kenaikan upah Jateng tahun 2026 sebesar minimal 10,5 persen.
Kemudian pengesahan undang-undang ketenagakerjaan yang berpihak pada pekerja, tanpa skema Omnibus Law yang dianggap lebih menguntungkan pengusaha.
“Buruh di Jateng sudah terlalu lama menanggung beban hidup dengan upah paling rendah di Pulau Jawa. Pemerintah tidak boleh terus menjadikan buruh sebagai korban stabilitas investasi," terang Aulia.
Adapun Gubernur Jateng Ahmad Luthfi sebelumnya berulang kali menyampaikan komitmen untuk memperbaiki nasib buruh.
Sejumlah kebijakan sosial diluncurkan, seperti subsidi tarif transportasi umum bagi buruh, pendirian tempat penitipan anak di kawasan industri, hingga pembentukan koperasi buruh untuk kebutuhan pokok murah.
Namun, di lapangan, banyak buruh menilai program tersebut masih bersifat simbolik.
“Subsidi transportasi belum kami rasakan. Di pabrik kami belum ada koperasi buruh. Yang terasa cuma harga kebutuhan yang makin tinggi,” kata Sutrisno, satu di antara buruh tekstil di wilayah Kabupaten Tegal.
Berdasarkan data dihimpun Tribunjateng.com, lima kabupaten/kota di Jateng masih termasuk penerima Upah Minimum Kabupaten (UMK) terendah di Indonesia.
Dengan struktur industri padat karya dan margin keuntungan sempit, perusahaan kerap menolak kenaikan signifikan dengan alasan daya saing.
Secara makro, Jateng memang menunjukkan perbaikan. Tingkat kemiskinan turun dari 10,77 persen pada Maret 2023 menjadi 9,58 persen di September 2024.
Tingkat pengangguran terbuka pun menurun menjadi sekitar 4,33 persen. Namun, di balik statistik itu, banyak buruh tetap hidup di batas rentan, tidak miskin secara data, tetapi belum juga sejahtera.
Kenaikan upah rata-rata hanya cukup untuk bertahan, bukan untuk hidup layak. Dengan biaya kontrakan, pangan, dan pendidikan anak yang terus melonjak, buruh Jateng masih jauh dari impian kesejahteraan kerja yang digaungkan pemerintah. (*)
| Penampakan Truk Tangki Bawa BBM Ilegal Terjun ke Sungai, Milik PT Energi Indo Nusantara |
|
|---|
| "Penyidik Hati-hati" Alasan Polda Jateng Belum Tangkap Chiko Pelaku Konten Porno AI SMA 11 Semarang |
|
|---|
| Sosok Ade Priyanto Guru SMAN 1 Jatilawang Banyumas Akui Berbuat Asusila ke Siswi: Hanya Sekali |
|
|---|
| Dapur Rumah Warga di Pageraji Cilongok Banyumas Terbakar, Diduga Berasal dari Tungku Pawon |
|
|---|
| Nasib Soni Berakhir di Penjara setelah 1 Karung Petai di Kebunnya Dicuri |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.