Kecelakaan Bus PO Haryanto
Dugaan Ban Tak Layak Pakai Jadi Fokus Investigasi Kecelakaan Bus PO Haryanto di Tol Batang
Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Jawa Tengah masih terus mendalami penyebab kecelakaan tunggal
Penulis: dina indriani | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, BATANG – Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Jawa Tengah masih terus mendalami penyebab kecelakaan tunggal Bus PO Haryanto di ruas Tol Semarang–Batang KM 354 Jalur B, wilayah Desa Ponowareng, Kecamatan Tulis, Kabupaten Batang, Minggu (26/10/2025) malam.
Insiden nahas itu menewaskan tiga penumpang dan 20 orang luka-luka.
Direktur Lalu Lintas Polda Jateng, Kombes Pol M. Pratama Adhyasastra, mengatakan pihaknya belum bisa memastikan penyebab pasti kecelakaan sebelum seluruh hasil pemeriksaan teknis dan investigasi lapangan selesai.
“Saat ini kami masih melakukan pendalaman. Faktor kecelakaan bisa disebabkan oleh kondisi alam, kelalaian manusia, atau aspek teknis kendaraan,” ujarnya, Senin (27/10/2025).
Kombes Pratama menjelaskan, dari hasil pengamatan awal di lokasi, terdapat indikasi bahwa ban kendaraan diduga tidak memenuhi standar kelayakan.
Dugaan tersebut kini menjadi salah satu fokus pemeriksaan teknis oleh tim penyidik.
Baca juga: Banjir Ketitang Wetan Pati Melimpas ke Jalur Pantura, Sepeda Motor Pengendara Sampai Mogok
“Ban menjadi perhatian kami karena sangat berpengaruh terhadap stabilitas kendaraan, terlebih saat melaju di jalan tol dengan kecepatan tinggi dan kondisi hujan. Secara umum, kembangan ban minimal 3 milimeter. Kalau kurang dari itu, daya cengkeram terhadap jalan tentu berkurang,” jelasnya.
Menurut dia, kondisi ban yang aus dapat memicu tergelincir (slip), terutama saat kendaraan melintasi genangan air atau jalan licin akibat hujan deras.
Namun demikian, Dirlantas menegaskan bahwa kesimpulan akhir belum dapat diambil sebelum pemeriksaan menyeluruh dilakukan oleh tim gabungan dari Satlantas Polres Batang, ahli teknis, serta Dinas Perhubungan.
“Semua masih kami verifikasi. Termasuk memeriksa apakah ban masih asli pabrikan atau sudah melalui proses vulkanisir. Untuk kepastian teknisnya nanti kami libatkan ahli ban,” tuturnya.
Selain aspek teknis, polisi juga mendalami faktor human error, seperti kemungkinan sopir mengantuk, tidak waspada, atau tidak menyesuaikan kecepatan dengan kondisi jalan.
“Nanti kita minta keterangan dari sopir terkait kecepatan, penggunaan persneling, dan reaksi saat kejadian. Apakah sempat mengerem, membanting setir, atau terlambat merespons karena kondisi jalan licin,” imbuhnya.
Kombes Pratama menambahkan, secara teori kinematika, kendaraan yang melaju 40 km/jam membutuhkan waktu reaksi sekitar satu detik atau jarak lima meter.
Namun di jalan tol, kendaraan biasanya melaju jauh lebih cepat, sehingga reaksi pengemudi harus ekstra sigap.
“Kalau kecepatannya tinggi, waktu reaksi sopir harus lebih cepat pula. Nah, ini yang sedang kita dalami,” ujarnya.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.