Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Longsor di Banjarnegara

Terpisah Saat Longsor Banjarnegara, Eti Lega Akhirnya Bertemu Kembali dengan Suami dan Anaknya

Dengan tatapan kosong dan raut wajah lelahnya, Eti duduk bersama dengan keluarga dan warga korban longsor lainnya.

Penulis: Farah Anis Rahmawati | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG/Farah Anis Rahmawati
KORBAN LONGSOR - Etini, salah satu warga korban longsor di Dusun Situkung, Desa Pandanarum, Kecamatan Pandanarum, Kabupaten Banjarnegara saat dijumpai di Kantor Kecamatan Pandanarum yang menjadi lokasi pengungsian, Selasa (18/11/2025). 

TRIBUNJATENG.COM, BANJARNEGARA — Dengan tatapan kosong dan raut wajah lelahnya, Eti duduk bersama dengan keluarga dan warga korban longsor lainnya.

Ia baru saja melalui salah satu hari paling mendebarkan dalam hidupnya. 


Perempuan asal RT 4 RW 3 Dusun Situkung itu masih sulit percaya bahwa ia dan keluarganya akhirnya bisa kembali berkumpul, setelah sempat terpisah saat tanah longsor yang bergerak begitu cepat di dusunnya pada Minggu (16/11/2025) lalu. 


Sebelum bencana datang, Eti mengatakan saat itu ia sedang menonton televisi bersama dengan keponakannya.

Saat itu, menurutnya hari terlihat biasa saja, cuaca tidak sedang hujan, tidak ada pula firasat buruk. Namun, ia sempat mendengar suara gemuruh. 


"Waktu itu sekitar jam 2 siang, padahal gak ada hujan.

Tapi tiba-tiba saya denger ada suara seperti gludug mau hujan, terus tiba-tiba di depan udah ramai katanya tanahnya udah longsor," katanya saat dijumpai di posko pengungsian, Selasa (18/11/2025). 

Baca juga: Warga Terakhir Dukuh Senik Demak Bertahan Tanpa Listrik, Puspita Bahari Dorong Pengadaan Panel Surya


Melihat warga yang berhamburan keluar dan menyelamatkan diri, ia pun langsung keluar dari rumah bersama dengan adik, keponkan dan kedua orang tuanya. 


"Pas saya keluar, orang-orang udah ramai, katanya udah mau ngungsi, jadi saya langsung ikutan lari aja," katanya. 


Ia pun keluar tanpa membawa apapun. Tidak memikirkan barang, atau pula meraih tas yang biasanya selalu ia bawa, ia hanya mengikuti arus bersama warga lainnya untuk berlari ke hutan. 


"Tapi pas saya lari itu, saya nggak sama suami sama anak saya.

Suami saya lagi kerja di bawah, anak saya juga lagi keluar ke bawah, rasanya udah gak tenang banget, tapi pikiran saya si pasti mereka selamat, asalkan mereka gak naik ke atas," terangnya. 


Dengan jalan yang becek, licin dan menurun, Eti mengatakan ia bersama keluarga dan warga yang lain terus berlari hingga akhirnya mereka berhasil tiba di hutan. 


"Ya Allah, waktu saya lari tanah itu geraknya cepet banget mbak, saya takut nggak selamat.

Tapi waktu itu saya tetep lari aja yang penting bisa menyelamatkan diri, walaupun pikiran saya kemana-mana karena nggak ada anak, nggak ada suami di samping saya," katanya. 

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved