Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Longsor di Majenang Cilacap

Longsor Majenang: Warga Ungkap Sedekah Bumi Tahun Ini Tidak Seperti Biasanya

Di tengah duka mendalam akibat bencana tanah longsor di Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap

Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG/Permata Putra Sejati
EVAKUASI LONGSOR - Situasi evakuasi hari keenam longsor di Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, Selasa (18/11/2025). Warga mempertanyakan dan membicarakan atas kepercayaan tradisi yang selama ini dipercaya sebagai bagian dari kearifan lokal. 

TRIBUNJATENG.COM, CILACAP - Di tengah duka mendalam akibat bencana tanah longsor di Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, ada sebuah cerita dan tradisi yang tengah jadi perbincangan.

Masyarakat Dusun Cibuyut kini tak hanya berjuang memulihkan diri dari bencana.

Warga mempertanyakan atas kepercayaan tradisi yang selama ini dipercaya sebagai bagian dari kearifan lokal.

Warga Dusun Cibuyut memiliki tradisi tahunan bernama Sedekah Bumi, sebuah ritual wujud syukur dan doa keselamatan yang biasanya digelar di jalan dusun.

Warga biasa menggelarnya lengkap dengan penyembelihan satu kambing untuk setiap RT, dan ditutup makan bersama di jalan dusun.

Namun tahun ini, tradisi tersebut dilakukan tidak seperti biasanya dan bagi warga, ada sesuatu yang terasa janggal.

"Sedekah bumi tahun ini berbeda," kata Wasri (53), warga RT 1 RW 5 Dusun Cibuyut kepada Tribunbanyumas.com, Selasa (18/11/2025). 

Ia menceritakan perubahan tersebut dengan raut yang masih tampak shock setelah bencana terjadi.

Baca juga: Terpisah Saat Longsor Banjarnegara, Eti Lega Akhirnya Bertemu Kembali dengan Suami dan Anaknya

"Biasanya di pinggir jalan dusun.

Satu kambing satu RT.

Sedekah bumi ditanam, rutin tiap tahun di tanggal 10 hari suraan.

Tapi kemarin malah digabung di balai kampung bawah, dan cuma dua kambing," katanya.

Kecurigaan warga makin kuat setelah peristiwa tidak biasa terjadi saat proses evakuasi.

"Jam 10 pagi kemarin ada petugas SAR yang kesurupan.

Dari yang kesurupan bilang minta korban sepuluh.

Dan kebetulan korbannya juga sepuluh orang yang ditemukan di area sini," kata Wasri.

Sementara itu warga lain, Wardono (60), menegaskan tradisi yang berubah itu sempat dipermasalahkan masyarakat sebelum bencana.

"Harusnya empat kambing mewakili empat RT.

Tapi kemarin cuma dua ekor digabung jadi satu.

Padahal aturan dari dulu tiap RT satu kambing," ujarnya.

Warga saat ini hidup dalam ketakutan dan potensi longsor susulan.

Sejak longsor besar melanda, suasana Dusun Cibuyut berubah drastis.

Makam dusun ikut hilang tertimbun material longsoran dari sisi perbukitan.

Rumah-rumah warga ada yang mengalami keretakan dan pergeseran tanah.

Pada saat kejadian warga merasa goyang-goyang seperti ada kereta api lewat.

"Saya baru beberapa menit langsung lari bawa cucu saya," tutur Wasri.

Sejak malam bencana, warga mengungsi setiap malam.

"Kalau siang di rumah jaga rumah, tapi kalau mendung dan malam mulai pada pergi, dan mengungsi, takut," ucapnya.

Warga lain, Suharti (53), mengatakan terdapat kejanggalan pada rumah-rumah yang terdampak.

"Rumah yang dibilang akan longsor malah aman.

Justru rumah-rumah lain yang sudah retak dari beberapa hari sebelumnya penghuninya sudah ngungsi dan tetap aman sampai sekarang," katanya.

Sebelum bencana, Dusun Cibuyut dikelilingi kebun rindang dan pepohonan besar.

Mayoritas korban ada yang bekerja sebagai petani, penderes, dan buruh.

Sebagian lainnya bekerja serabutan atau menjadi petugas parkir di Majenang.

Keluarga-keluarga korban pun dikenal hidup sederhana.

Menurut Wasri, korban yang juga tetangganya yaitu Asmanto, Nur Isnaini (Isna), dan cucunya merupakan salah satu keluarga yang rutin berkegiatan keagamaan.

Demikian juga dengan keluarga Cahyanto, Enci, dan Zahra yang juga menjadi korban.

"Cahyanto biasanya kegiatan rutin Yasinan.

Ndilalah pas kejadian itu nggak berangkat karena hujan.

Hujan rintik, dan pas malam Jumat Kliwon," kata Wasri.

Imbauan kewaspadaan sebenarnya sudah diterima.

Seminggu sebelum longsor, warga Dusun Cibuyut sudah menerima imbauan untuk waspada bencana.

Lokasi longsor besar sendiri berada di Dusun Nagari kawasan kebun yang berbatasan langsung dengan Cibuyut.

“Di Dusun Nagari itu cuma kebun-kebun, tidak ada rumah.

Tapi di perbatasan masih ada satu-dua rumah," kata Wasri.

Hingga kini, trauma warga masih kuat.


Malam menjadi waktu paling mencekam
suara tanah bergerak dan gemuruh tebing membuat warga tidak tenang.

Wardono berkata pendek, menahan napas panjang sambil melihat sekitar hamparan tanah yang menutup pemukiman.

"Malam sekarang jelas mencekam," katanya.

Bagi warga Dusun Cibuyut, bencana ini bukan hanya soal kehilangan anggota keluarga dan tempat tinggal. 


Melainkan juga gejolak batin ketika tradisi dan kepercayaan yang selama ini dipegang sebagai penjaga keselamatan tiba-tiba berubah menjadi bencana. (jti)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved